Islam dan Kebebasan
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Islam</strong> yang skeptis, ragu-ragu, atau bahkan memusuhi nilainilai<br />
liberal, seperti kebebasan, pluralitas, masyarakat ma<strong>dan</strong>i,<br />
demokrasi, pasar bebas, <strong>dan</strong> inovasi. Namun, perlu ditekankan<br />
bahwa sikap memusuhi atau skeptis terhadap tata nilai tersebut<br />
tidak hanya terjadi pada umat <strong>Islam</strong>. Sikap ini merupakan wujud<br />
mentalitas <strong>dan</strong> perspektif yang digunakan untuk membaca,<br />
memahami, <strong>dan</strong> menginterpretasikan sumber referensi <strong>Islam</strong>,<br />
terutama Al Qur’an <strong>dan</strong> Sunnah. Terbukti dengan a<strong>dan</strong>ya pola<br />
pikir alternatif sejak periode awal <strong>Islam</strong> yang mendukung<br />
kebebasan, pluralitas, <strong>dan</strong> pasar bebas.<br />
Mazhab tradisionalis unggul dalam persaingan ini <strong>dan</strong><br />
pendapat-pendapat mereka diadopsi atau didukung oleh<br />
otoritas politik pada masa itu. Filsafat <strong>dan</strong> logika serta prinsip<br />
pluralitas tidak lagi diminati oleh masyarakat. Panduan<br />
berpolitik menggunakan hadist yang lemah atau salah, bukan<br />
menggunakan pendapat logis, logika, <strong>dan</strong> analogi. Sudut<br />
pan<strong>dan</strong>g fatalis (meyakini bahwa semua hal terjadi karena<br />
takdir) digunakan oleh sebagian besar umat <strong>Islam</strong>. Bahkan<br />
pengikut mazhab Hanafiyah yang rasionalis pun menjadi<br />
pengikut mazhab tradisionalis, baik secara aktif maupun pasif.<br />
Inilah mengapa dunia <strong>Islam</strong> merasa ragu-ragu atau skeptis<br />
terhadap nilai-nilai liberal.<br />
Tentu saja kita tidak mungkin mengubah sejarah. Namun<br />
masih ada yang bisa kita lakukan, sebagai intelektual yang<br />
bertanggung jawab, untuk membentuk masa depan sehingga<br />
dapat mewujudkan dunia <strong>Islam</strong> yang lebih terbuka, bebas,<br />
produktif, <strong>dan</strong> makmur.<br />
Sebagai intelektual Muslim, kita perlu kembali pada sejarah<br />
pemikiran <strong>Islam</strong>, membaca <strong>dan</strong> mempertimbangkan kembali<br />
perdebatan <strong>dan</strong> diskusi tentang kehendak sendiri, takdir,<br />
keterciptaan (serta kemungkinan untuk interpretasi) Al Qur’an,<br />
kebebasan berpikir, pluralitas, <strong>dan</strong> pasar bebas 17 , kemudian<br />
menerjemahkannya ke dalam bahasa masa kini. Untunglah<br />
langkah-langkah ini se<strong>dan</strong>g berjalan. Kalangan intelektual<br />
17 Pembahasan yang lebih mendalam dapat ditemukan dalam bab <strong>Islam</strong> and the free-market<br />
economy pada Acar <strong>dan</strong> Akin (2013).<br />
59