Islam dan Kebebasan
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Terminologi seperti “Negara <strong>Islam</strong>” atau ”Khilafah” telah dikenal<br />
luas di berbagai media yang berbeda <strong>dan</strong> ketidakjelasannya<br />
digunakan untuk memengaruhi kita agar merefleksikannya<br />
dalam sebuah pertanyaan besar: dapatkah <strong>Islam</strong> sebagai<br />
agama dipisahkan dari politik <strong>dan</strong> dapat cocok dengan<br />
kebebasan politik, ekonomi, <strong>dan</strong> sosial?<br />
Seperti disebutkan oleh penulis dalam bab dua buku ini, Atilla<br />
Yahya <strong>dan</strong> Bican Sahin, pertanyaan ini memiliki 2 jawaban,<br />
sebuah jawaban dari kalangan <strong>Islam</strong>is <strong>dan</strong> jawaban dari<br />
kalangan <strong>Islam</strong> liberal. Berdasarkan pendekatan pertama,<br />
<strong>Islam</strong> adalah sebuah sistem lengkap yang mencakup area<br />
pribadi maupun area publik <strong>dan</strong> karena itulah <strong>Islam</strong> tak dapat<br />
dipisahkan dari politik. Pan<strong>dan</strong>gan ini menafikan pilihan<br />
pribadi <strong>dan</strong> pa<strong>dan</strong>annya di dunia politik, yaitu demokrasi.<br />
Sebuah negara yang berdasar pada pemahaman tersebut<br />
mengatur setiap aspek hidup <strong>dan</strong> tak meninggalkan ruang<br />
untuk kebebasan sipil, kemajemukan, <strong>dan</strong> hak-hak kaum<br />
minoritas.<br />
Jawaban kedua <strong>dan</strong> yang paling jelas berasal dari kaum<br />
Muslimin liberal, yang menekankan bahwa pada dasarnya<br />
<strong>Islam</strong> <strong>dan</strong> sistem demokratis liberal cocok satu sama lain atau<br />
setidaknya <strong>Islam</strong> tidak banyak berbicara tentang kehidupan<br />
masyarakat Muslim.<br />
Atilla Yayla <strong>dan</strong> Bican Sahin memahami bahwa pendekatan<br />
pertama menjadi lebih dominan dalam dunia <strong>Islam</strong>. Peradaban<br />
<strong>Islam</strong> tumbuh subur ketika menjalin komunikasi dengan<br />
peradaban lainnya, <strong>dan</strong> hal sebaliknya akan terjadi jika <strong>Islam</strong><br />
menutup diri. Ka<strong>dan</strong>g-ka<strong>dan</strong>g, rasa rendah diri di kancah politik<br />
<strong>dan</strong> ekonomi dibandingkan dengan dunia Barat membuat<br />
kaum Muslimin melekat pada sebuah identitas yang berasal<br />
dari agamanya <strong>dan</strong> menolak pan<strong>dan</strong>gan dunia luar. Faktorfaktor<br />
sejarah juga berpengaruh terhadap penyakit intelektual<br />
ini, seperti disebutkan oleh Mustafa Acar dalam bab ketiga<br />
buku ini. Salah satu faktor sejarah yang diidentifikasi oleh Acar<br />
adalah invasi bangsa Mongol terhadap wilayah umat <strong>Islam</strong><br />
pada abad ke-13. Faktor lainnya adalah kekalahan kalangan<br />
7