Islam dan Kebebasan
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
demokrasi <strong>dan</strong> sekularisme politik. Kaum reformis mengklaim<br />
bahwa agama <strong>dan</strong> politik harus dipisahkan satu sama lain <strong>dan</strong><br />
menunjukkan bahwa umat <strong>Islam</strong> harus mengambil nilai-nilai<br />
politik <strong>dan</strong> ilmu pengetahuan tentang Barat sebagaimana<br />
a<strong>dan</strong>ya. Menurut reformis, Al-Qur’an <strong>dan</strong> Sunnah tidak<br />
mencakup penilaian tentang politik: yang harus diserahkan<br />
pada penilaian hati-hati terhadap pribadi manusia. Pelopor<br />
pendekatan ini adalah Sir Sayyid Ahmad Khan dari India.<br />
Sayyid Ahmad Khan (1817-98) mengklaim bahwa penafsiran<br />
<strong>Islam</strong> saat ini bertentangan dengan perkembangan sains <strong>dan</strong><br />
seni <strong>dan</strong> inilah alasan mengapa dunia Muslim ditinggalkan. Dia<br />
mencoba untuk menyesuaikan pendekatan agama alamiah di<br />
dunia Barat (dalam Era Pencerahan) kepada <strong>Islam</strong>. Ahmad Khan<br />
memengaruhi ‘Ali ‘Abd al-Raziq (1888–1966) di Mesir. ‘Abd al-<br />
Raziq, dalam bukunya, Al-<strong>Islam</strong> wa Usul Al-Hukm, menyatakan<br />
bahwa Syariah <strong>Islam</strong> hanya bersifat spiritual <strong>dan</strong> tidak memiliki<br />
un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g serta peraturan untuk politik <strong>dan</strong> masalah<br />
duniawi. Dia berpendapat bahwa permasalahan ini diserahkan<br />
pada penilaian manusia. Berdasarkan ‘Abd al-Raziq, <strong>Islam</strong> telah<br />
meninggalkan masalah duniawi <strong>dan</strong> politik atas inisiatif orangorang<br />
yang beriman. Peraturan tentang perubahan kehidupan<br />
sosial di setiap periode, <strong>dan</strong> salah jika menganggap praktik<br />
pada periode tertentu sebagai dasar <strong>Islam</strong> (Ab-durrazık, 1995:<br />
42).<br />
Telah terjadi diskusi yang meriah tentang hubungan antara<br />
<strong>Islam</strong> <strong>dan</strong> politik sejak abad ke-19 sebagai akibat dari trauma<br />
atas penjajahan. Wacana politik yang berpusat pada agama<br />
yang dimulai dengan kaum <strong>Islam</strong>is sebagai teologi ‘kembali<br />
ke dasar’, ‘pembaharuan’ <strong>dan</strong> ‘kebangkitan kembali’ berubah<br />
menjadi teologi perlawanan, yang diadu dengan kediktatoran<br />
sekuler pada paruh kedua abad ke-20.<br />
Dari Pan-<strong>Islam</strong>isme hingga jihadisme<br />
Gerakan jihadi menjadi aktor politik di dunia Muslim pada<br />
pertengahan abad ke-20, yang berasal dari gerakan Pan-<strong>Islam</strong>.<br />
Namun, ada banyak perbedaan antara Pan-<strong>Islam</strong>is <strong>dan</strong> jihadis<br />
156