20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Anis Farikhatin<br />

I. Pendahuluan<br />

Fe<strong>no</strong>mena paling me<strong>no</strong>njol yang terjadi di masyarakat 10 tahun<br />

terakhir pasca runtuhnya Orde Baru adalah konflik dan kekerasan antar<br />

kelompok agama baik fisik maupun psikis dengan skala yang berbeda.<br />

Berbagai catatan tentang arus pasang kekerasan antar kelompok agama<br />

mengundang banyak keprihatinan. 1 Berbagai fe<strong>no</strong>mena tersebut<br />

menunjukkan bahwa radikalisme sudah menjadi bagian penting<br />

dalam kehidupan kita yang layak diwaspadai. Upaya pemerintah dalam<br />

memerangi radikalisme melalui pendekatan kekuasaan dan keamanan<br />

saja ternyata tidak cukup. Terbukti teror bom sampai hari ini masih terus<br />

terjadi dan menghantui masyarakat. Oleh karena itu partisipasi dunia<br />

pendidikan, termasuk pendidikan agama dalam memerangi radikalisme<br />

menjadi penting.<br />

Sampai hari ini masyarakat masih memandang bahwa pendidikan agama<br />

mampu menempatkan nilai nilai agama sebagai landasan yang kokoh<br />

bagi kehidupan bersama. Proses pendidikan dan pembelajaran yang<br />

ada diharapkan mampu menyentuh “perasaan beragama” (religious<br />

mind) anak didik sehingga dapat bergaul dengan orang lain secara arif<br />

dan bermartabat. Kepekaan rasa inilah yang menuntunnya menuju<br />

kesadaran betapa luhurnya nilai kemanusiaan.<br />

Ketika ditemukan fakta adanya ruang sekolah yang telah menjadi<br />

persemaian benih benih radikalisme, tentu saja menyisakan PR (pekerjaan<br />

rumah) bagi pelaku pendidikan. Sekolah, termasuk pendidikan agama<br />

diharapkan mampu mengantisipasi. Dalam hal ini guru agama memiliki<br />

peran strategis, mengingat keyakinan dan pemahaman keagamaan yang<br />

ditanamkan oleh guru kepada anak didiknya yang akan diekskpresikannya<br />

di tengah kehidupan bermasyarakat. Dalam posisi ini guru boleh jadi<br />

menjadi solusi atas persoalan radikalisme, sekaligus menjadi bagian dari<br />

masalahnya. Pendidikan agama dipandang masih banyak mengajarkan<br />

paham keagamaan yang eksklusif-teoritik-<strong>no</strong>rmatif. Pandangan inilah yang<br />

disinyalir memproduk manusia yang tertutup, fanatis dan memandang<br />

golongan lain (tidak seakidah) sebagai musuh. Maka di sinilah perlunya<br />

menampilkan pendidikan agama yang inklusif- dialogis berwawasan<br />

multikultural, dimana fokusnya adalah bukan semata kemampuan ritual<br />

dan keyakinan tauhid, melainkan juga akhlak sosial dan kemanusiaan.<br />

1 Lihat Monthly Report on Religious Issues- The Wahid institute No. 4, 5, 6)<br />

MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />

111

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!