vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Wahyudi Akmaliah Muhammad & Khelmy K. Pribadi<br />
setidaknya 56,1 % menyetujuinya. Sementara 36, 2 % menyatakan tidak.<br />
Hal ini tentu menjadi perhatian semua pihak, terutama yang meyakini<br />
bahwa fundamentalisasi keagamaan adalah simtom awal bagi pandangan<br />
keagamaan yang dalam taraf tertentu menjadi pembenar bagi tindakan<br />
intoleran dengan menggunakan argumen keagamaan. Lebih lanjut fakta<br />
ini cukup mencengangkan manakala ditilik dengan kacamata konstitusi<br />
republik ini. Peraturan berbasis agama adalah kontradiksi yang nyata.<br />
Seperti dikutip dalam laporan SETARA Institute berikut:<br />
“ Persetujuan kaum muda atas perda-perda syariah adalah bentuk<br />
kontradiksi demokrasi yang bertentangan dengan Pancasila (dan<br />
UUD 1945). Jika Pancasila dan UUD 1945 diyakini menjadi dasar<br />
terbaik penyelenggaraan negara, kontradiksi-kontradiksi semacam<br />
ini, di mana terdapat kehendak melakukan totalisasi kebenaran<br />
di dalam wadah yang tunggal atas nama agama, seharusnya tidak<br />
muncul, karena Pancasila telah secara akomodatif mengakui<br />
keberagaman Indonesia. Pun fakta sosio-historis kebangsaan<br />
Indonesia adalah plural.”<br />
Sekali lagi, temuan-temuan berbagai lembaga riset ini telah menyadarkan<br />
kita bahwa krisis kebhinekaan yang termanifestasi melalui menguatnya<br />
fundamentalisasi di kalangan anak muda semakin memprihatinkan.<br />
Film untuk Propaganda<br />
Menyikapi hal itu, pada tahun 2011, tepatnya pada bulan Oktober<br />
MAARIF Institute merilis sebuah film bergenre dokudrama yang<br />
berjudul Mata Tertutup. Kali ini, MAARIF Institute menggandeng<br />
Garin Nugroho sebagai sutradaranya. Melalui proses produksi yang<br />
bisa dibilang cepat, film ini akhirnya hadir ditengah-tengah gersangnya<br />
tontonan yang tak hanya menyediakan hiburan, namun memiliki nilai<br />
edukasi dan perenungan tanpa terjebak dalam suasana yang menggurui<br />
khalayak. Dalam konteks ini, MAARIF Institute memercayai potensi<br />
film sebagai alat untuk perubahan sosial. Azas kekuatan film sebagai<br />
perubahan sosial pernah santer dibicarakan dalam sesi diskusi Center<br />
for Public Leadership, Harvard Kennedy School’s sebagaimana dikutip<br />
oleh Fajar Riza Ul Haq (2012) bahwa:<br />
“ film yang berkualitas dapat menjadi plaform perumusan strategi<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
143