vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Muhd. Abdullah Darraz<br />
Rohmaniyah, Ali Amin, dan Diana Coleman baru sebatas memberi<br />
kesimpulan bantahan tentang keterlibatan dunia pendidikan Islam,<br />
khususnya pesantren sebagai bagian dari problem radikalisme yang ada di<br />
Indonesia. Di dalam tulisan yang berjudul Muslim Education, Celebrating<br />
Islam and Having Fun As Counter-Radicalization Strategies in Indonesia ini<br />
keempatnya belum sampai pada kesimpulan bahwa SMU Negeri yang<br />
dianggap sebagai “sekolah sekuler” tersebut justru menjadi lahan basah<br />
bagi menjamurnya ideologi radikal di Indonesia di kalangan generasi<br />
muda. Tulisan ini sampai pada simpulan pertanyaan: If <strong>no</strong>t Islamic Schools:<br />
What is the problem? 13 , jika bukan sekolah-sekolah Islam seperti pesantren,<br />
lalu masalahnya ada dimana?<br />
Jawaban tulisan tersebut mengarah pada institusi pendidikan umum yang<br />
ada di Indonesia, khususnya pada kampus-kampus umum (Indonesian<br />
secular universities) yang ditengarai menjadi tempat penyemaian ideologi<br />
“Neo-Wahabisme”. 14 Namun demikian, peran SMU Negeri sebagai<br />
penyokong kaderisasi gerakan radikal di lingkungan kampus perlu<br />
mendapat perhatian yang lebih serius. Dalam hal ini, usia remaja dan<br />
anak sekolah setingkat SMU menjadi wahana pembentukan watak<br />
radikal pada kalangan generasi muda.<br />
Pola Radikalisasi dan Peta Aktor<br />
Praktek radikalisasi di lingkungan SMU Negeri terjadi melalui berbagai<br />
aktivitas dan budaya sekolah, baik dalam proses belajar-mengajar,<br />
kebijakan sekolah maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler. Ketiganya<br />
secara tidak langsung telah menanamkan kultur sekolah yang mengarah<br />
pada sikap-sikap konservatif, intoleran, dan anti terhadap keberagaman.<br />
Oleh karena itu, peran institusi sekolah yang diwakili oleh kepala sekolah,<br />
guru, pembina kesiswaan, dan pengawas menjadi sangat signifikan<br />
dalam membendung atau justru menyuburkan praktek radikalisasi<br />
di lingkungan sekolah. Selain itu adanya kelompok-kelompok radikal<br />
yang sebenarnya berada di luar sistem sekolah, berpengaruh kuat dalam<br />
memasukkan ideologi dan pemahaman radikal di kalangan pelajar<br />
13 Mark Woodward, dkk., “Muslim Education, Celebrating Islam and Having Fun As Counter-Radicalization<br />
Strategies in Indonesia”, Perspectives on Terrorism: A Journal of the Terrorism Research Initiative, 4.4. (2010):<br />
44-47.<br />
14 Mark Woodward, dkk., “Muslim Education, Celebrating Islam and Having Fun As Counter-Radicalization<br />
Strategies in Indonesia”, Perspectives on Terrorism: A Journal of the Terrorism Research Initiative, 4.4. (2010): 4.<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
159