vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Ahmad Gaus AF<br />
Pola yang dilakukan di SMA N 2, 3, 4, 5, 6, 7 ini memiliki kecenderungan<br />
paham keagamaan yang dekat dengan Tarbiyah. Sebagai organisasi<br />
memang tarbiyah susah untuk ditunjuk. Representasi nyata Tarbiyah<br />
ada dalam aspek politik melalui perwujudan PKS. Kehadiran Tarbiyah<br />
dalam aktivitas dakwah di sekolah-sekolah tersebut memang tidak<br />
pernah ditampakkan secara nyata dan implisit sebagai sebuah gerakan<br />
ideologis. Bahkan dalam wawancara dengan salah seorang ketua ROHIS<br />
di SMA Negeri 4 Surakarta; ketua Rohis mengaku tidak mengetahui<br />
apa yang disebut dengan gerakan Tarbiyah, namun ia mengaku tahu<br />
bahwa para alumni yang seringkali memberi pendampingan kegiatan<br />
Rohis adalah alumni yang juga aktif dalam gerakan KAMMI. Sementara<br />
sudah menjadi rahasia umum, bahwa KAMMI adalah underbow gerakan<br />
tarbiyah pada level mahasiswa.<br />
Proses pengajaran yang dilakukan gerakan Tarbiyah di semua sekolah ini<br />
menggunakan pola yang sama yakni pola kajian dengan menggunakan<br />
pola sistem sel kecil atau liqo’ yang bertingkat. Hal yang sama juga berlaku<br />
di daerah-daerah penelitian di Pandeglang, Cianjur, dan Yogyakarta.<br />
Dalam kondisi di mana kegiatan Rohis di sekolah-sekolah tidak aktif,<br />
atau letak sekolah cukup jauh dari jangkauan seperti pedalaman Cianjur<br />
dan Pandeglang, maka kegiatan dilakukan dengan mengundang mereka<br />
(aktivis Rohis maupun bukan) ke daerah kota dengan pola kajian, materi,<br />
dan sistem yang sama (liqo’).<br />
Artinya, sasaran bidik kegiatan semacam itu juga tidak terbatas pada<br />
sekolah-sekolah di kota yang pada umumnya relatif sudah mapan,<br />
dalam arti semua unit kegiatannya aktif, termasuk Rohis, namun juga<br />
sekolah-sekolah yang kegiatannya belum mapan. Pada kasus pertama<br />
bisa diasumsikan bahwa proses infiltrasi ideologi berlangsung intensif.<br />
Sementara pada kasus kedua, infiltrasi ini tidak begitu dirasakan. Jika<br />
memang terjadi infiltrasi, itu pun hanya pada tataran siswa (aktivis Rohis<br />
maupun bukan) yang jumlahnya tidak signifikan. Aktifis yang dimaksud<br />
itu pun, mengalami proses pengenalan paham keagamaan melalui<br />
aktivitas di luar sekolah.<br />
Dengan mengabaikan persoalan mapan dan tidaknya sebuah sekolah,<br />
pengaruh dari penetrasi gerakan ideologis itu terhadap pemikiran siswa<br />
mungkin lebih penting untuk dicermati. Dalam hal ini kita tidak bisa<br />
lagi menghitung jumlah melainkan substansinya. Pengakuan Ires Restu<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
187