20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Yang Muda, Yang Radikal<br />

konsumen budaya”. Selain menemukan bahwa perspektif studi yang<br />

melihat “pemuda sebagai transisi” sebagai pendekatan dominan, seperti<br />

yang terlihat pada studi-studi yang dilakukan oleh Bank Dunia, Naafs<br />

dan White juga menemukan sejumlah kecenderungan menarik dalam<br />

studi kepemudaan di Indonesia yang juga merefleksikan kecenderungan<br />

serupa di tingkat yang lebih luas. Beberapa kecenderungan tersebut<br />

misalnya: lebih berfokus pada pemuda urban, khususnya di ibu kota<br />

maupun kota-kota besar metropolitan; bias pada orang muda laki-laki;<br />

kecenderungan baru untuk menunjukkan minat besar pada budaya dan<br />

gaya hidup pemuda, dan kurang menunjukkan minat pada aktivitas<br />

dan kepentingan praktis dan material orang muda, seperti soal transisi<br />

sekolah-kerja dan pengangguran atau setengah pengangguran pemuda.<br />

Mereka juga menemukan kecenderungan untuk fokus yang kuat pada<br />

“defektologi kepemudaan”—apa yang salah dengan pemuda, apa yang harus<br />

dilakukan untuk “membenahi” mereka. Atau, menggunakan istilah<br />

yang digunakan oleh Nasikun (2005), terdapat kecenderungan lebih<br />

menyoroti pemuda sebagai “toksik” (problem atau kendala) ketimbang<br />

sebagai “tonik” (potensi atau kekuatan) dalam kehidupan bermasyarakat.<br />

Nah, khususnya dalam kaitan dengan isu terakhir inilah, maka kita perlu<br />

memperbincangkan kaitan antara pemuda sebagai agensi dan fe<strong>no</strong>mena<br />

radikalisme sosial-keagamaan, khususnya di kalangan umat Islam.<br />

Membincangkan radikalisme kaum muda Muslim di Indonesia hari-hari<br />

ini (apalagi di dunia Barat sana) orang acap mengasosiasikannya dengan<br />

tindak kekerasan, bahkan terorisme. Hal ini memang tak lepas dari<br />

meningkatnya aksi kekerasan dan terorisme yang dilakukan oleh kaum<br />

muda muslim di Indonesia belakangan ini, khususnya pasca-runtuhnya<br />

rezim Orde Baru. Dalam dua tahun terakhir ini saja, sekurangnya terdapat<br />

37 pemuda yang teridentifikasi sebagai tergabung atau terasosiasi dengan<br />

kelompok atau jejaring pelaku terorisme di tanah air (lihat lampiran).<br />

Meski secara konseptual radikalisme tidak identik dengan terorisme<br />

maupun kekerasan, namun terorisme dan vigilantisme bisa dilihat sebagai<br />

varian dari fe<strong>no</strong>mena radikalisme, seperti akan dipaparkan selanjutnya.<br />

Terminus “radikal” yang membentuk istilah “radikalisme” berasal dari<br />

bahasa Latin, radix yang berarti “akar”. Dengan demikian, “berpikir<br />

secara radikal” sama artinya dengan berpikir hingga ke akar-akarnya,<br />

hal tersebutlah yang kemudian besar kemungkinan bakal menimbulkan<br />

sikap-sikap anti kemapanan (Taher, 2004: 21). Menurut Simon Tormey<br />

24<br />

MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!