20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pemetaan Problem Radikalisme di SMU<br />

Negeri di 4 Daerah<br />

sekolah-sekolah tersebut untuk mengikuti pertemuan-pertemuan yang<br />

digelar di daerah kota. Dengan cara seperti ini, organisasi-organisasi<br />

tersebut tetap bisa melakukan penetrasi kepada para aktivis Rohis dan<br />

memiliki ikatan dengan mereka walaupun sekolah mereka jauh di<br />

pedalaman.<br />

Organisasi-organisasi Islam yang membuat jaringan dengan sekolahsekolah<br />

biasanya memiliki standar, baik dalam metode pengajaran<br />

maupun materinya. Mereka “menggarap” para aktivis Rohis itu secara<br />

sistematis. Hal ini bisa dilihat dari modul mentoring, bahan ceramah/<br />

khutbah, buku dan majalah di perpustakaan, mentoring Rohis, kajiankajian<br />

atau pengajian agama di dalam maupun luar lingkungan sekolah<br />

yang sangat terencana.<br />

Muatan politik dari materi pengajaran itu pun sangat kental. Hal<br />

ini terlihat, misalnya, dalam modul mentoring SMAN 6 Yogyakarta<br />

tahun ajaran 2011-2012, yang dibuat oleh tim pengelola mentoring<br />

SMAN 6 Yogyakarta halaman 42-43 dengan tema Ghozwul Fikri (GF).<br />

Di situ disebutkan bahwa GF adalah penyerangan dengan berbagai<br />

cara terhadap pemikiran umat Islam guna mengubah apa yang ada di<br />

dalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang<br />

benar karena telah bercampur aduk dengan hal-hal tak islami. Dalam<br />

modul mentoring ini tertulis bahwa penyebaran paham Nasionalisme<br />

ialah penyerangan terhadap Islam dari dalam. Nasionalisme disebutkan<br />

sebagai paham yang membunuh ruh Ukhuwah Islamiyah yang merupakan<br />

azas kekuatan umat Islam.<br />

Tidak terlalu jelas modul itu dibuat oleh dan untuk kepentingan<br />

organisasi apa. Yang pasti bukan kepentingan sekolah. Selain itu, sulit<br />

juga mengorek informasi dari para responden yang mau berterus terang<br />

untuk siapa mereka bekerja dan ke mana nantinya para aktivis Rohis<br />

itu akan diarahkan. Hanya beberapa petunjuk saja yang mungkin dapat<br />

dijadikan pegangan. Misalnya, para siswa SMA 9 Yogyakarta yang<br />

mengikuti program liqa’ di sekolah pernah melihat beberapa alumninya<br />

yang menjadi pengajar mentoring pada Rohis memakai atribut PKS.<br />

Apakah ini berarti bahwa sekolah (dan khususnya para aktivis Rohis)<br />

telah dijadikan lahan oleh PKS untuk merekrut kader politik mereka?<br />

Masih perlu penelusuran lebih jauh lagi.<br />

Sikap skeptis ini perlu ditaruh di muka mengingat bahwa PKS bukan<br />

184 MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!