vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Anak Muda, Radikalisme, dan Budaya Populer<br />
ubahnya sebagai medium pendorong untuk mengetengahkan persoalan<br />
yang tengah dihadapi. Tak hanya menyodorkan fakta-fakta keras itu,<br />
MAARIF Institute juga menyediakan ruang dialog untuk bersamabersama<br />
berbagi.<br />
Ditiap lokasi pemutaran, sehabis me<strong>no</strong>nton film, pelajar dan mahasiswa<br />
yang hadir dilibatkan dalam sebuah diskusi yang menghadirkan beragam<br />
narasumber, terutama korban radikalisasi seperti korban bom, eks-aktifis<br />
NII dan tokoh keagamaan. Model ini dipilih oleh MAARIF Institute<br />
sebagai manifestasi dari sikap MAARIF Institute sebagai produser<br />
film ini, bahwa Mata Tertutup bukan dibuat untuk mendiskreditkan<br />
kelompok tertentu, akan tetapi Mata Tertutup mencoba mengetengahkan<br />
fakta radikalisme mutakhir dan mendorong upaya bersama untuk<br />
mencegahnya. Seperti pernah disampaikan oleh Vedi R Hadiz dalam<br />
sebuah diskusi di MAARIF Institute bahwa fundamentalisme terjadi bisa<br />
dijelaskan bukan semata karena faktor teologi dan atau budaya, namun<br />
juga karena persoalan struktur eko<strong>no</strong>mi dan politik. Baginya sangat sah<br />
jika hadirnya kelompok fundamentalisme lahir sebagai manifestasi dan<br />
ekspresi politik atas disfungsi infrastruktur kenegaraan atas nasib rakyat<br />
yang dinaunginya.<br />
Sementara itu, dialog adalah bagian penting dari upaya diseminasi<br />
gagasan itu. Dialog yang menghadirkan korban dirasa lebih efektif,<br />
karena dengan demikian meluruhkan jarak antara korban dan publik<br />
yang lebih luas, tanpa melakukan penghakiman atas pelaku ataupun<br />
korban itu sendiri. Penilaian ini juga dirasakan oleh kritikus film Eric<br />
Saso<strong>no</strong> dalam sebuah ulasannya di Majalah Tempo yang juga diterbitkan<br />
dalam kumpulan tulisan berjudul “Membuka Mata Tertutup”:<br />
“Film ini tak berhenti pada pengkategorian orang lain atau<br />
penghakiman terhadap orang yang tak kita kenal, melainkan<br />
berlanjut pada pemahaman orang-orang yang berada di tempat<br />
yang tak terbayangkan sama sekali”<br />
Melalui sudut pandang itu, harapannya, rasa empati dan simpati mampu<br />
menjadi energi tersendiri dalam upaya mencegah perkembangan ideologi<br />
kebencian yang seringkali dipromosikan oleh kelompok-kelompok<br />
gerakan radikal.<br />
146 MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>