20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Yang Muda, Yang Radikal<br />

pada nilai subyektif, yakni perumusan istilah pemuda yang didasarkan<br />

pada tanggapan masyarakat berikut kesamaan pengalaman historis.<br />

Dalam refleksi sosiologis dan historis yang dilakukannya, Taufik<br />

Abdullah berpendapat bahwa istilah pemuda atau generasi muda kerap<br />

“diboncengi” nilai-nilai tertentu, sebagai misal berbagai untaian kalimat<br />

seperti: “pemuda harapan bangsa”, “pemuda pemilik masa depan”<br />

dan lain sebagainya. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh istilah<br />

pemuda yang lebih menemui bentuknya sebagai terminus ideologis atau<br />

kultural ketimbang ilmiah.<br />

Dari sudut lain, bias cara berfikir Barat acap tak terhindarkan dalam<br />

konstruksi pemuda dalam studi kepemudaan yang berkembang selama<br />

ini. Misalnya, kecenderungan untuk melihat periode transisi dari masa<br />

kanak-kanak (childhood) menuju kedewasaan (adulthood) sebagai fase<br />

yang niscaya penuh badai dan gelombang (sturm und drang)—yang pada<br />

kenyataannya kadang tidak ditemukan dalam masyarakat <strong>no</strong>n-Barat<br />

pada kurun tertentu, seperti ditemukan oleh Margareth Mead (1928)<br />

dalam risetnya mengenai kaum muda di Samoa. Dalam ikhtiar untuk<br />

membebaskan diri dari jerat bias Barat tersebut, sejumlah ilmuwan<br />

mencoba untuk melihat pemuda sebagai sebuah konsep relational (a<br />

relational concept) dengan memperhitungkan proses-proses sosial di mana<br />

“usia dikontruksikan secara sosial, dilembagakan dan dikontrol dengan<br />

cara-cara spesifik baik secara kultural maupun historis” (Wyn dan White<br />

1997, sebagaimana dikutip oleh Naafs 2007: 3).<br />

Dalam ulasannya terhadap perjalanan konsep mengenai ‘youth’, Jones<br />

(2009: 4) juga mendapati sekurangnya dua ambiguitas, yakni: Pertama,<br />

kecenderungan untuk menggambarkan pemuda dan kepemudaan dalam<br />

citra paradoks: dipujikan namun sekaligus dipersalahkan, dianggap<br />

sebagai pahlawan namun sekaligus sebagai cecunguk; “youth is to be<br />

celebrated and deplored, and young people depicted as both heroes and villains.”<br />

Kedua, istilah pemuda atau ‘youth’ merujuk pada dua makna yakni sebagai<br />

‘seseorang’ (sejenis dengan penyebutan ‘anak’ [child] atau ‘dewasa’ [adult])<br />

dan sebagai bagian dari perjalanan usia (sejenis dengan penyebutan ‘masa<br />

kanak-kanak’ [childhood] dan ‘masa dewasa’ [adulthood]).<br />

Melihat youth sebagai konsep sosiologis, Kiem (1993) melihat pemuda<br />

sebagai produk dan sekaligus agen perubahan sosial. Dalam konteks<br />

perubahan sosial yang berlangsung pesat, Kiem (1993: 18) lebih jauh<br />

22<br />

MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!