vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Ahmad Baedowi<br />
beranggapan bahwa umat Islam Indonesia seyogianya menyalurkan<br />
aspirasi politik mereka ke dalam partai-partai berbasiskan Islam.<br />
Dari data-data tersebut kita nampaknya perlu menganalisis lebih<br />
jauh, apakah pandangan bahwa penerapan syariat Islam sebagai solusi<br />
persoalan bangsa dan preferensi menyalurkan aspirasi politik melalui<br />
partai Islam berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap kinerja sistem<br />
dan lembaga-lembaga politik? Atau dalam konteks pengajaran di sekolah,<br />
sebaiknya kita sudah mulai berpikir untuk mengintegrasikan proses<br />
pembelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan ke dalam satu<br />
paket dan rangkaian yang dapat menimbulkan perasaan kebangsaan<br />
yang semakin dewasa.<br />
Kesatuan Kebangsaan dan Keagamaan<br />
Indonesia hari ini adalah kenyataan yang jauh dari idaman para tokoh<br />
bangsa tempo dulu. Salah satu yang harus diberi apresiasi besar dan tinggi<br />
adalah Haji Oemar Said Tjokroami<strong>no</strong>to, seorang pelaku sejarah yang<br />
menginginkan terbentuknya kesatuan kebangsaan dan keagamaan dalam<br />
hati nurani setiap rakyat Indonesia. Lewat perjuangan Tjokroami<strong>no</strong>to<br />
dengan Sarekat Islam, Indonesia kemudian melahirkan tokoh-tokoh<br />
lainnya yang progresif dan handal, di antaranya adalah Soekar<strong>no</strong>,<br />
Semaun dan Kartosoewirjo.<br />
Salah satu semboyan HOS Tjokroami<strong>no</strong>to yang tersohor kala itu adalah<br />
kata mutiaranya yang sangat menginspirasi, yaitu “setinggi-tinggi ilmu,<br />
semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.” Kesadaran akan pentingnya<br />
ilmu bagi Negara yang belum merdeka ketika itu diletakkan dalam<br />
kerangka kebangsaan yang segar, sambil tak lupa untuk tetap berpegang<br />
teguh dengan prinsip keagamaan. Kesadaran <strong>no</strong>rmatif seperti inilah<br />
yang justru melahirkan banyak sekali ide dan inspirasi dari para pemuda<br />
ketika itu.<br />
Interaksi Tjokroami<strong>no</strong>to dengan Soekar<strong>no</strong>, Semaun dan Kartosoewiryo<br />
seolah menjadi garis linier kesejarahan Indonesia hingga saat ini.<br />
Laksana sebuah takdir, untuk tak menyebutnya kutukan, Indonesia<br />
seolah tak bisa keluar dari himpitan dan godaan sayap kiri (left wing) yang<br />
diwakili oleh Semaun dengan sosialisnya, sayap tengah (middle wing) oleh<br />
Soekar<strong>no</strong> dengan nasionalismenya, serta sayap kanan (right wing) oleh<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
69