20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Radikalisme dan Lemahnya Peran Pendidikan Kewargaan<br />

telah diubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Pusat<br />

Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud RI, Dinas Pendidikan di wilayah<br />

program, seluruh kepala sekolah SMU Negeri di wilayah program, guru<br />

PAI dan PKn, serta pelajar di sekolah-sekolah umum negeri yang terlibat<br />

dalam program ini.<br />

Pertanyaannya, apa pasal selama ini Negara terkesan abai terhadap peran<br />

yang cukup sentral tersebut? Dalam pengamatan ketika berkomunikasi<br />

dan berinteraksi selama program bergulir, MAARIF Institute menemukan<br />

masih adanya gap pemahaman di kalangan para pemangku kebijakan<br />

baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal terkait isu-isu toleransi,<br />

pluralisme, kebhinnekaan, dan perlindungan terhadap kelompok<br />

mi<strong>no</strong>ritas yang sesungguhnya adalah kewajiban perlindungan terhadap<br />

setiap warga Negara bangsa ini. Gap pemahaman ini menjadikan para<br />

pemangku kebijakan terlihat gagap dan kikuk dalam menghadapi<br />

problem radikalisme yang tengah menguat di institusi pendidikan umum<br />

negeri.<br />

Dalam perjalanan program ini, MAARIF Institute menemukan<br />

beberapa hambatan yang cukup signifikan, di antaranya, Pertama, adanya<br />

kesenjangan persepsi antara pemerintah dan masyarakat sipil terhadap<br />

beberapa isu seperti pluralisme agama, kebhinnekaan, pendirian rumah<br />

ibadah, Ahmadiyah, Syi’ah, dan beberapa isu lainnya, merupakan masalah<br />

signifikan yang dapat mengaburkan pandangan toleran dan terbuka di<br />

Indonesia. 22 Selama ini pemerintah, terutama melalui Kementerian<br />

Agama selalu memberikan suara sumbang terkait isu-isu tersebut dan<br />

bersikap diskriminatif terhadap beberapa kelompok mi<strong>no</strong>ritas tersebut.<br />

Dengan demikian, bisa dikatakan, bahwa pemerintah tidak cukup<br />

toleran dalam menyikapi pluralitas dan perbedaan yang ada di Indonesia<br />

ini.<br />

Ketika MAARIF Institute menggulirkan program advokasi yang<br />

mengarusutamakan nilai-nilai toleransi, anti kekerasan, anti diskriminasi,<br />

dan inklusif ini; maka logika, pandangan dan sikap pemerintah seperti<br />

di atas sangat bertolak belakang dan kontraproduktif dengan upaya<br />

22 Cara pandang eksklusif terhadap isu-isu tertentu seperti pluralisme agama, dan penghargaan terhadap<br />

perbedaan masih saja ditemukan di kalangan para pemangku kebijakan. Dalam sebuah diskusi review naskah<br />

buku materi pengayaan, kami mendapati stakeholder di tingkat pusat yang terlibat dalam program ini me<strong>no</strong>lak<br />

pandangan-pandangan inklusif terhadap perbedaan. Dan fe<strong>no</strong>mena tersebut juga kami dapati pada banyak<br />

stakeholder di daerah.<br />

166<br />

MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!