20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Paradoks Kebangsaan Siswa Kita<br />

Selain itu mengelola kemajemukan juga bukan semata dan seperti<br />

membuat regulasi sebagai alat untuk memberi kesempatan setiap orang<br />

merasa memperoleh kesempatan dan kesamaan, tetapi lebih dari itu<br />

manajemen sekolah harus melihat faktor management sebagai alat<br />

untuk menumbuhkan rekognisi sosial di sekolah sebagai sebuah fakta<br />

kemajemukan yang tidak boleh dihindari dan dihilangkan.<br />

Melihat tingginya angka kekerasan di sekolah, ada baiknya jika para<br />

pengambil kebijakan pendidikan negeri ini tak hanya berpikir soal fakta<br />

keragaman dalam koridor pedagogis semata, di mana ujung-ujungnya<br />

adalah disibukkan dengan diskusi tentang bentuk kurikulum dan lain<br />

sebagainya, tetapi juga bagaimana membuat skema kebijakan yang lebih<br />

menggambarkan fakta keragaman di masyarakat kita. Misalnya, kapan<br />

ada lagi di sekolah kita anak-anak dari kelompok China, Arab, India, dan<br />

berlatar belakang agama berbeda tetapi duduk di satu kelas. Menyaksikan<br />

sekolah di era 2000-an, sungguh miris melihat fakta budaya di sekolah<br />

yang terkotak-kotak secara mencolok. Jelas ada yang keliru dari kebijakan<br />

pendidikan kita sehingga menyebabkan warga Indonesia tak cair lagi<br />

seperti dulu.<br />

Sepengetahuan publik saat ini, tak ada kebijakan yang mengatakan<br />

bahwa anak dari Etnis Tionghoa, Arab, India, beragama Hindu, Budha,<br />

dan Kristen tak boleh masuk ke sekolah dan universitas Negeri. Sejauh<br />

pengamatan, salah satu bentuk keterpurukan sistem pendidikan kita<br />

adalah berlakunya praktek-praktek diskriminatif di sekolah. Seperti ada<br />

sekat yang sangat kuat dalam komunitas sekolah kita untuk menerima<br />

perbedaan.<br />

Perbedaan seperti kata asing yang harus dijauhi bahkan dihindari bagi<br />

kebanyakan proses belajar-mengajar di kelas. Efeknya, anak didik kita<br />

seperti hidup di dunia mo<strong>no</strong>gram, searah dan tak ada lekuk dan liku.<br />

Sampai akhirnya mereka menemukan ‘entitas’ baru dan tak terjelaskan<br />

maknanya, sehingga anak didik kita cenderung menanggapinya secara<br />

negatif dan pesimistis. Mungkin ini yang menyebabkan mereka teralienasi<br />

dan sangat reaktif menanggapi berbagai isu di sekitar kehidupan<br />

mereka dengan cara mengkonsumsi narkoba, tawuran, bullying, dan<br />

jenis kekerasan lainnya di sekolah. Sepertinya sedang terjadi proses<br />

pembodohan dan pengingkaran budaya di sekolah kita.<br />

Budaya sekolah harus mampu mengelola kemajemukan berdasarkan<br />

80<br />

MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!