vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Zuly Qodir<br />
atau lupa akan tugas kemanusiaan. Disinilah kaum muda seringkali<br />
menjadi sasaran kaum jihadis yang memaknai jihad adalah perlawanan<br />
dengan kekerasan dan perang fisik. Kaum muda dapat tergiur karena<br />
alasan religious commitment yang dikonstruksikan adalah sebagai pembela<br />
keadilan Tuhan di muka bumi, dan yang membelanya adalah pahlawan<br />
agama yang akan mendapatkan tempat mulia disisi Tuhan.<br />
Sekolah Menengah sebagai Arena<br />
Bagian ini hendak memberikan elaborasi secara ringkas tentang<br />
kelompok muda yang menjadi sasaran kaum jihadis dan menjadi<br />
radikal. Penulis mengambil kasus sekolah menengah atas yang disebut<br />
sebagai arena (field) mengikuti Pierre Bourdieu, (1990), sosiolog Prancis<br />
kenamaan yang menghabisi masalah kebiasaan dan modal sebagai bagian<br />
tak terpisahkan dari praktik kehidupan seseorang. Pierre Bourdieu,<br />
sebagaimana dijelaskan oleh Richard Harker dan kawan-kawan dalam<br />
An Introduction to the Work of Pierre Bourdieu, (1990), bahwa jelas tidak<br />
secara khusus menjelaskan untuk kaum muda dan Indonesia, tetapi<br />
masyarakat Prancis sebagai setting tulisannya. Namun demikian penulis<br />
hendak pinjam untuk membaca perilaku sebagai praktik kehidupan yang<br />
biasa dilakukan oleh kaum muda Indonesia di leval sekolah menengah<br />
atas (SMA).<br />
Sebuah riset yang dilakukan Center for Religious and Cross-Cultural Studies<br />
Universitas Gadjah Mada dan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS)<br />
Yogyakarta dalam Politik Ruang Publik Sekolah (2011), melaporkan bahwa<br />
di Yogyakarta terdapat beberapa sekolah menengah atas (SMA) yang<br />
memiliki kecenderungan keras (radikal) dalam memahami keagamaan<br />
yang selama ini dianut. Radikalisasi yang mereka anut terjadi karena peranperan<br />
para mentor yakni para alumni SMA tersebut dalam memberikan<br />
pemahaman tentang keislaman pada para siswa SMA tersebut.<br />
Mereka adalah kaum muda (youth) yang rata-rata berumur 18-19 tahun<br />
merujuk pada Nancy Smith Hefner (2005 dan 2007), mereka ini<br />
melakukan aktivitas keislaman di sekolah dengan mendominasi ruang<br />
publik seperti menjadi pengurus OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah)<br />
sebuah organisasi resmi milik sekolah menengah atas serta mendominasi<br />
kegiatan keislaman dalam organisasi Unit Kerohanian Islam (Rohis) yang<br />
sejak tahun 1990 menjalar dimana-mana, hampir disetiap sekolah negeri<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
61