vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Ahmad Baedowi<br />
harus mengambil langkah serius dalam menyadarkan kembali makna<br />
Pancasila sebagai basis kehidupan berbangsa dan bernegara yang faktanya<br />
memang sangat majemuk ini.<br />
Karena itu tak ada cara lain untuk kembali menyegarkan ingatan semua<br />
lapisan masyarakat tentang fakta kemajemukan ini kecuali melalui proses<br />
pendidikan yang benar. Ada dua strategi yang mungkin baik untuk<br />
dicoba. Pertama, pastikan bahwa seluruh guru kita memahami pendekatan<br />
lintas kurikulum (cross-curricula approach) dan kesediaan membagi waktu<br />
dalam melakukan pendalaman materi keindonesiaan yang beragam dan<br />
majemuk ke dalam seluruh mata ajar, termasuk pelajaran agama.<br />
Strategi ini juga tidak terlalu tergantung dengan ruang dan waktu,<br />
karena pembelajaran dapat dilakukan dengan begitu banyak model<br />
instructional strategies yang lebih sesuai dengan kebutuhan pemahaman<br />
siswa. Pendekatan lintas kurikuler, di beberapa tempat, terbukti dapat<br />
meningkatkan kapasitas guru karena seorang guru selalu berusaha untuk<br />
menemukan topik baru yang sesuai dengan bidang studi tetapi berkaitan<br />
langsung dengan kebutuhan siswa. Hal ini menyebabkan i<strong>no</strong>vasi<br />
pengembangan kurikulum menjadi lebih terbuka dan kreatif, terutama<br />
untuk mengembangkan pendekatan context-based dalam pembelajaran.<br />
Indikator-indikator di atas menujukkan bahwa pendekatan crosscurricular<br />
sangat efektif jika menggunakan model pembelajaran berbasis<br />
konteks kekinian (context-based). Menurut Bruner (1996), pendekatan<br />
pengembangan kurikulum model ini disebutnya sebagai folk pedagogy, di<br />
mana perencanaan dan pengembangan bahan ajar dari sebuah kurikulum<br />
dikonstruksi berdasarkan kondisi aktual yang dialami atau ingin dialami<br />
oleh siswa. Prinsip inilah yang seharusnya dikembangkan oleh setiap<br />
sekolah sehingga independensi sebuah bidang studi tak cukup punya<br />
ruang untuk berkembang sendiri tanpa ketergantungan dengan bidang<br />
studi lainnya.<br />
Kedua, manfaatkan luas wilayah Indonesia yang begitu cantik ini untuk<br />
melakukan program pertukaran guru (teacher exchange), terutama<br />
guru agama, baik antar sekolah maupun antar kabupaten. Kita harus<br />
mendorong Kementerian Agama atau Kementerian Pendidikan Nasional<br />
bekerjasama dalam mendesain program ini. Daripada menghamburkan<br />
dana pendidikan untuk program sertifikasi yang membuat para guru<br />
terprovokasi untuk mencari sebanyak mungkin sertifikat dengan cara<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
73