20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Anak Muda, Radikalisme, dan Budaya Populer<br />

Ruang pertukaran ini jika merunut pada teori konstruksi sosial ala Peter<br />

L. Berber misalnya bisa disebut sebagai bagian dari upaya obyektivasi.<br />

Dimana pelajar yang dalam kesehariannya mengalami fase eksternalisasi,<br />

sebuah fase dimana proses reproduksi pengetahuan berjalan melalui<br />

aktor-aktor keseharian antara lain; keterlibatan dalam sebuah organisasi,<br />

konsumsi informasi dari beragam sumber yang intens (guru, mentor,<br />

teman sebaya bahkan sesuatu yang berasal dari luar dirinya dalam bentuk<br />

benda sekalipun seperti buku, majalah, internet dll), hingga indoktrinasi<br />

nilai dan makna yang terus menerus, yang telah lama menjadi cadangan<br />

pengetahuan para pelajar. Sementara fase obyektivasi disini dijelaskan<br />

dengan menyajikan fakta-fakta yang memiliki dua kemungkinan; (1)<br />

bertentangan dengan fakta eksternalisasi yang pernah diterima dan (2)<br />

menguatkan fakta eksternalisasi dari yang pernah ada dan dialami.<br />

Proses obyektivasi yang terdiri dari pertukaran informasi dan pengetahuan<br />

baru, termasuk di dalamnya adalah sikap politik pada sebuah peristiwa<br />

pada beberapa hal memaksa untuk memilih. Informasi dan pengetahuan<br />

baru yang dimaksud adalah sikap film Mata Tertutup—juga sikap<br />

MAARIF Institute—pada kasus radikalisme yang terjadi, pada kasus<br />

kekerasan atas nama agama yang melibatkan anak muda. Dalam situasi<br />

yang demikian, negoisasi makna dan penerimaan realitas terjadi dalam<br />

ruang diskusi. Dan jika kritisisme pelajar yang menjadi tujuan, maka<br />

setidaknya modal untuk kritisisme terbangun melalui ketidaktunggalan<br />

realitas yang diterima oleh pelajar. Ketidaktunggalan itu meniscayakan<br />

setiap kita untuk memilih. Oleh karena itu, jika dalam suatu kesempatan,<br />

Ekky Imanjaya, pengamat film di Indonesia menyebut bahwa film adalah<br />

produk budaya visual dan perayaan sosial, maka dialog yang terjadi dalam<br />

pemutaran film di Mata Tertutup adalah perayaan sosial melibatkan<br />

unsur-unsur dalam film sebagai budaya: Gagasan/Nilai, Karya, Sineas<br />

dan Publik.<br />

Upaya mendiseminasikan wacana anti-radikalisme malalui film tentu<br />

bukanlah tanpa tentangan dan tantangan. Pro dan kontra tentu sudah<br />

sepaket didalamnya. Temuan menarik lain yang perlu dicatat adalah<br />

dalam konteks tentangan dan tantangan tersebut. Ragam pro dan kontra<br />

menjadi sebuah wahana untuk mendedah perbedaan sudut pandang<br />

dalam suatu dialog yang konstruktif. Tidak jarang dalam beberapa<br />

kesempatan pemutaran, tentu ada sekian pihak yang tidak bersepakat<br />

dengan pandangan MAARIF Institute baik sebelum dan atau sesudah<br />

148 MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!