vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Arif Koes Hernawan dan Khelmy K. Pribadi<br />
yang nantinya berkembang di 12 kabupaten/kota.<br />
Bahruddin adalah pria asli Kalibening, Sidorejo, Tingkir, Salatiga, Jawa<br />
Tengah, kelahiran 9 Februari 1965. Ia anak keempat dari lima bersaudara<br />
dari pemimpin Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin KH Abdul<br />
Halim. Ayahnya meninggal sewaktu ia bocah, dan kepemimpinan pondok<br />
kemudian diserahkan pada kakak tertuanya. Kalibening merupakan<br />
desa santri bercorak NU, oleh karenanya warga tumbuh secara Islami<br />
dan berbaur dengan kehidupan pesantren. Sebagian besar penduduknya<br />
bermatapencaharian sebagai petani. Tak terkecuali keluarga Bahruddin.<br />
Maka wajar jika tani adalah ruang garap terbesar dari aktivitas Bahruddin.<br />
Karena di sana, Bahruddin menyadari keberadaan dirinya dan berjuang<br />
untuk itu.<br />
Setelah menghabiskan pendidikan dasar dan menengah di madrasah<br />
lalu Pendidikan Guru Agama (PGA), ia masuk ke jurusan Tarbiyah atau<br />
Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo, Semarang, kampus Salatiga,<br />
(kini STAIN Salatiga), tahun 1986. Saat mahasiswa, ia aktif di GP Anshor<br />
dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Salatiga. Di dunia<br />
gerakan pemuda dan mahasiswa inilah awal mula ia bersentuhan dengan<br />
banyak pemikiran yang kemudian banyak menjadi dasar pijak gerakan<br />
yang ia bangun di Salatiga dan beberapa daerah disekitarnya.<br />
Petani Berdikari<br />
Kesadaran, Desa sebagai tempat berpijak, nalar berpikir anak muda<br />
dan sekaligus aktivis pun terpantik. Pada mulanya, Ahmad Bahruddin<br />
mendirikan Biro Pengembangan Penelitian Pesantren dan Masyarakat.<br />
Biro ini kerap memfasilitasi kegiatan pesantren yang bersentuhan dengan<br />
warga desa. Namun kemudian Bahruddin menilai langkah ini elitis.<br />
Tak puas dengan kondisi ini, ia memilih langsung terjun dan terlibat<br />
dengan petani. “Kalau dengan biro, ingin menguatkan petani tapi justru<br />
pesantren yang tambah kuat,” kata suami dari Miskiyah dengan tiga anak<br />
ini. Ia lantas mendirikan beberapa kelompok tani, salah satu yang ia ingat<br />
bernama Berkah Alam atau juga kerap dikenal dengan nama Al Barokah.<br />
Kelompok tani ini adalah kelompok tani pertama yang ia kelola, yang<br />
berada di daerah Kalibening, di dusun di mana Bahruddin kini tinggal.<br />
Melalui aktivitas pembangunan kelompok petani ini, Ahmad Bahruddin<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
219