vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Yang Muda, Yang Radikal<br />
saya lakukan terhadap maraknya gerakan jihad menyusul terjadinya<br />
konflik komunal agama di Indonesia timur, khususnya di Maluku dan<br />
di Poso, Sulawesi Tengah, terdapat sekurangnya 3 varian gerakan Islam<br />
yang terlibat dalam gerakan jihad tersebut, yaitu: aktivisme Islam jihadi,<br />
saleh/salafi, dan politik (Azca 2011). Gerakan jihadi memiliki karakteristik<br />
menjustifikasi penggunaan kekerasan dan terorisme untuk mencapai<br />
tujuan politiknya, yaitu mendirikan struktur pemerintahan Islam.<br />
Mereka yang termasuk di dalamnya di antaranya: Jamaah Islamiyah<br />
dan berbagai sub-varian Darul Islam (DI), Negara Islam Indonesia<br />
(NII), dan sebagainya. Varian gerakan saleh/salafi memiliki karakteristik<br />
memfokuskan diri pada dimensi akhlak, kemurnian iman dan identitas<br />
keislaman serta tidak begitu tertarik untuk mencapai kekuasaan politik.<br />
Mereka yang termasuk di dalamnya termasuk gerakan Wahabi-Salafi<br />
dengan berbagai sub-kelompoknya. Sedangkan varian gerakan Islam<br />
politik memiliki karakteristik berikut: terlibat dalam proses politik,<br />
baik secara langsung maupun tidak langsung, serta bekerja di dalam<br />
kerangka konstitusi kenegaraan. Berbeda dengan jihadi dan salafi yang<br />
dan me<strong>no</strong>lak berpolitik dan menentang demokrasi dilihatnya sebagai<br />
anti-Islam, aktivisme politik Islam justru secara aktif berpolitik. Menurut<br />
mereka, berpartisipasi dalam proses politik di bawah sistem demokrasi<br />
adalah absah dan perlu, termasuk dalam rangka memperjuangkan<br />
pemberlakuan syariat Islam.<br />
Demikianlah, sementara konflik komunal-agama di Ambon dan Poso telah<br />
mereda dan mobilisasi jihad untuk berpartisipasi dalam ‘perang agama’<br />
telah tutup buku, namun tidak ada tanda-tanda bahwa kecenderungan<br />
radikalisme juga mengalami fase surut. Varian Islam jihadi, misalnya,<br />
menjadikan konflik komunal-agama di Ambon dan Poso sebagai sarana<br />
mobilisasi massa dan kesempatan berekspansi untuk menjadikan daerah<br />
(pasca) konflik tersebut sebagai basis gerakan Islam jihadi. Konflik<br />
berkepanjangan di Ambon dan, terutama, di Poso, merupakan buah<br />
dari perluasan basis gerakan Islam jihadi di wilayah tersebut. Mereka juga<br />
terus melakukan aksi kekerasan dan teror di luar daerah konflik, seperti<br />
terlihat pada rangkaian aksi Bom Bali I (2002) dan Bom Bali II (2005)<br />
serta aksi teror lainnya. Tak kalah dengan jihadi, gerakan Islam salafi juga<br />
memanfaatkan momentum mobilisasi jihad sebagai kesempatan untuk<br />
melakukan ekspansi dan memperluas wilayah pengaruh. Pada periode<br />
pasca-jihad, misalnya, mereka berhasil menjadikan Ambon sebagai<br />
18<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>