vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Kaum Muda dan Radikalisme (?)<br />
dan tawanan perang harus dilindungi, dan bahwa Islam melarang<br />
perusakan lingkungan, seperti menebang pohon, membakar rumah,<br />
merusak tanaman, dan menyiksa binatang (Shihab, 2009).<br />
Ulama besar Mesir Prof. Dr. Syekh Ali Jumu’ah (dalam Shihab, 2009)<br />
juga menjelaskan enam persyaratan perang yang diperbolehkan dalam<br />
Islam yang membedakan dengan terorisme, yaitu: 1. cara dan tujuannya<br />
jelas dan mulia; 2. perang/pertempuran hanya diperbolehkan dengan<br />
pasukan yang memerangi, bukan penduduk sipil; 3. perang harus<br />
dihentikan bila pihak lawan telah menyerah dan memilih damai; 4.<br />
melindungi tawanan perang dan memperlakukannya secara manusiawi;<br />
5. memelihara lingkungan, antara lain tidak membunuh binatang tanpa<br />
alasan, membakar pohon, merusak tanaman, mencemari air dan sumur,<br />
merusak rumah/bangunan; dan 6. menjaga hak kebebasan beragama<br />
para agamawan dan pendeta dengan tidak melukai mereka. Dilanggarnya<br />
etika perang Islam tersebut dapat memberi kesan bahwa aksi pemboman<br />
atau kekerasan lainnya atas nama agama (untuk menegakkan syariat<br />
Islam, misalnya) di Indonesia cenderung sebagai bentuk ‘penghalalan<br />
segala cara’, pembenaran, atau ‘rasionalisasi’. ‘Rasionalisasi’, merupakan<br />
sebuah istilah dalam ilmu psikologi di mana seseorang menjelaskan sebuah<br />
perilakunya yang kontroversial dengan menggunakan argumen-argumen<br />
yang rasional dan logis untuk menutupi alasan yang sesungguhnya di<br />
balik perilaku tersebut, atau suatu konsep di mana seseorang bersikap<br />
difensif dan berusaha menjelaskan tindakannya dengan cara-cara yang<br />
lebih dapat diterima oleh orang lain dan nampak masuk akal (lihat<br />
Philips, 1994; Maddox, 2006; Freud, 1991; Wagner, 2008;Niolon, 1999;<br />
Kaplan, Sadock,& Grebb, 1994; Green, 1982; Sterne, 1976; Fenichel,<br />
1946; Fenichel, 1999; Berne, 1976; Freud, 1937).<br />
Berkaitan dengan hubungan antara generasi muda dan aksi terorisme<br />
berbasis motif agama, atau yang sering disebut sebagai radikalisme di<br />
kalangan pelajar, berdasarkan hasil konseling kasus dan observasi<br />
terhadap berbagai aktivis muda agama, Wongkaren (2011) menjelaskan<br />
secara rinci proses radikalisme yang terjadi pada individu muda dalam<br />
cuplikan penjelasan sebagai berikut:<br />
“…….Tidak sedikit di antara pelaku aksi kekerasan berbasis fanatisme<br />
berlebihan terhadap keyakinan/agama mengabaikan nilai luhur yang<br />
dijunjung ajaran agamanya sendiri…Kekurangpahaman kebanyakan<br />
86<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>