20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Yang Muda, Yang Radikal<br />

fase tersebut, menurut Erikson, acap mengalami ‘kerancuan identitas’<br />

(identity confusion), “a sense of confusion due to a war within and in confused<br />

rebels and destructive delinquents who war in society” (1968: 17). Erikson<br />

lebih lanjut berargumen bahwa ‘kerancuan identitas’ acap berujung pada<br />

‘krisis identitas’: “sebuah titik balik yang niscaya, sebuah momen krusial,<br />

ketika perkembangan mesti terjadi dengan satu atau lain cara, dengan<br />

mengerahkan sumber daya untuk bertumbuh, sembuh, serta diferensiasi<br />

lebih lanjut.”<br />

Adalah menarik bahwa Erikson lebih lanjut berpendapat bahwa<br />

pertumbuhan personal dan perubahan societal, juga krisis identitas di<br />

aras biografi personal serta krisis yang terjadi di aras societal dalam proses<br />

transformasi sejarah, tidak dapat diceraikan—karena keduanya saling<br />

me<strong>no</strong>pang, memengaruhi dan menggenapkan. Hal ini menarik untuk<br />

didiskusikan lebih lanjut terutama dalam kaitan maraknya gerakan<br />

radikal Islam yang digerakkan oleh kaum muda pada periode awal transisi<br />

menuju demokrasi di Indonesia. Dalam narasi biografis yang berhasil saya<br />

kumpulkan dari sejumlah aktivis jihad, sebagian dari mereka mengalami<br />

‘krisis identitas’ itu ketika masih duduk di bangku SMA, ada juga yang<br />

mengalaminya ketika awal menjadi mahasiswa baru di UGM, ada pula<br />

yang sudah menjadi aktivis BEM. Namun demikian, yang menarik,<br />

kesemuanya terjadi dalam konteks dan latar transisi politik yang terjadi<br />

di Indonesia. Dengan kata lain, krisis identitas tersebut terjadi sekaligus<br />

aras personal maupun kolektif atau ‘generasi’.<br />

Namun, meski—katakanlah—kebanyakan kaum muda pernah mengalami<br />

‘krisis identitas’ dalam perjalanan pertumbuhan kepribadiannya, toh<br />

tidak banyak dari mereka yang kemudian berujung pada keterlibatan<br />

dalam gerakan sosial radikal. Lalu apa proses penting lainnya yang<br />

menyebabkan seorang remaja yang mengalami ‘krisis identitas’ pada<br />

akhirnya bergabung dalam gerakan sosial radikal? Untuk mendiskusikan<br />

hal ini saya merujuk pada riset yang pernah dilakukan oleh Quintan<br />

Wiktorowicz mengenai gerakan radikal Islam di Inggris. Menurut<br />

Wiktorowicz (2005: 85), dalam situasi ‘krisis identitas’ seseorang<br />

biasanya cenderung lebih mudah mengalami apa yang disebutnya sebagai<br />

‘pembukaan kognitif’ (cognitive opening): sebuah fase penting yang dialami<br />

oleh seorang aktivis untuk bergabung dengan gerakan radikal, yang lazim<br />

diawali dengan sebuah krisis di mana mereka mengalami ketidakpastian,<br />

termasuk menyangkut identitas diri, sehingga mereka menjadi mudah<br />

28<br />

MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!