vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Anis Farikhatin<br />
dialog untuk memperbincangkan Tuhan dan manusia dalam kedamaian<br />
(dialogue of peace). Proses silaturrahim dan dialog yang dilakukan guru<br />
agama bersama FKGA mampu mengeliminir prasangka dan curiga<br />
terhadap umat agama lain yang selama ini tanpa sadar menyelimuti.<br />
Hingga akhirnya para guru mulai bisa menertawakan diri sendiri, ketika<br />
mengingat saat saat prasangka itu masih ada. Pengalaman ini sekaligus<br />
menumbuhkan keberanian dan kepercayaan diri para guru agama untuk<br />
mengintegrasikan nilai nilai multikultur ke dalam pendidikan agama<br />
yang diampunya.<br />
C. Implementasi Pembelajaran<br />
Pelaksanaan praktek pembelajaran agama inklusif -dialogis ditunjukkan<br />
dengan tiga kata kunci yaitu silaturrahim, dialog dan refleksi. Tiga<br />
prinsip dasar sebagai acuan dasar dialog dan landasan kemajemukan<br />
agama adalah: Pertama, setiap umat beragama membuka dirinya untuk<br />
mengakui adanya suatu logika yang menyatakan bahwa Yang Maha Esa<br />
bisa dipahami dan diyakini dengan berbagai bentuk dan tafsiran. Bahwa<br />
dalam semua agama terdapat keyakinan dan pengalaman iman luar biasa<br />
yang sulit untuk dirumuskan dengan logika.<br />
Kedua, banyaknya bentuk-bentuk dan tafsiran mengenai Yang Maha<br />
Esa itu harus dipandang sebagai ”alat” atau ”jalan” menuju ”Hakekat<br />
Yang Absolut”. Hal ini untuk memberikan dasar atas pandangan bahwa<br />
keanekaragaman adalah sebuah keniscayaan. Prinsip ini sangat diperlukan<br />
untuk melindungi kebebasan beragama dan menghormati keterbatasan<br />
manusiawi. Hal ini diperlukan juga sebagai langkah preventif untuk<br />
mencegah pemutlakan pada masing masing bentuk agama yang bisa<br />
mengarah pada iklim yang tidak ”nyaman” yang mengakibatkan lahirnya<br />
destruksi sosial serta menjauhkan esensi agama dan kebersamaan.<br />
Ketiga, setiap umat beragama, meskipun memandang agama yang<br />
dianutnya hanya sebagai ”jalan” atau ”kendaraan” menuju ”Hakekat<br />
Yang Absolut”, ”jalan” atau ”kendaraan” tersebut harus diyakini,<br />
diterima dan diakui sebagai yang memiliki nilai mutlak; bahwa hanya<br />
jalan keselamatan miliknyalah yang paling benar. Tanpa keyakinan itu<br />
seseorang akan ragu dalam menjalani perintah agamanya dan bisa jadi<br />
dirinya merasa kurang kuat iman atau orang yang setengah-setengah<br />
agamanya. Tanpa keyakinan yang kuat bahwa jalan yang ditempuh adalah<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
119