20.11.2014 Views

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

vol viii no 1 juli 2013

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Wahyudi Akmaliah Muhammad & Khelmy K. Pribadi<br />

Online; Ragam Ekspresi Islam Indonesia Kontemporer (Komunitas Bambu:<br />

2012) yang menjelaskan pandangan Antropolog Amerika Robert Hefner<br />

(2000) sebagai adanya peningkatan kekuatan “Islam Uncivil” dan menjadi<br />

ancaman yang mengiringi budaya Islam Pluralis. Meskipun diakui, benihbenih<br />

radikalisme ormas Islam semacam itu bukanlah sesuatu yang baru.<br />

Akar historisnya bisa dilacak dari Masyumi dan Darul Islam. ‘Gerakangerakan<br />

ini mulai mengalami pasang naik sejak awal 1980-an menyusul<br />

berbagai perubahan di aras global, antara lain Re<strong>vol</strong>usi Iran pada tahun<br />

1979, serta perubahan di aras domestik, antara lain fragmentasi elit sejak<br />

akhir 1980-an (Azca, 2012: 5).<br />

Pada aras regulasi, hal ini bisa dilihat dengan bermunculannya Perda<br />

Syariah dipelbagai daerah sejak tahun 2000-2009. Menurut Kamil<br />

(2008:1), setidaknya ada “22 kota/kabupaten, Perda Syariah. Misalnya,<br />

di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam; di Kabupaten Bulukumba,<br />

Sulawesi Selatan; Bima, Nusa Tenggara Barat; Indramayu, Cianjur,<br />

dan Tasikmalaya, Jawa Barat; dan di Kota Tangerang, Banten”. Bahkan<br />

menurut perhitungan Robin Bush, terdapat 78 Perda di 52 dari 470<br />

kabupaten/kota di Indonesia. Kenyataannya, “syariatisasi” sistem<br />

pemerintahan lokal Indonesia hanya diberlakukan di 21 persen propinsi<br />

dan sekitar 10 persen kabupaten dalam dekade terakhir (Buehler, 2011:<br />

75). Uniknya, pengusung ide syariatisasi tersebut bukan dari partai-partai<br />

Islam, melainkan dari partai-partai sekuler, seperti Golkar dan PDI<br />

Perjuangan. Simpulan ini didapatkan dari hasil riset Buehler (2011:75)<br />

yang artikelnya dimuat di majalah Tempo, edisi khusus “10 tahun<br />

Peraturan Syariah”.<br />

“...Kombinasi antara sempalan lama dan dinamika politik baru<br />

telah mendorong politikus sekuler menerbitkan perda syariah.<br />

Pada 1950-an, kelima partai yang memperjuangkan undangundang<br />

syariah menyaksikan pemberontakan Darul Islam atau<br />

PRRI/Permesta......banyak jaringan Islamis yang terbentuk selama<br />

pemberontakan tetap kukuh terjaga. Watak koersif rezim Soeharto<br />

pelan tapi pasti menekan jaringan ini menjadi gerakan bawah tanah<br />

yang tak tampak selama tiga dasawarsa. Keterbukaan politik yang<br />

dimulai pada 1998 membuat sempalan-sempalan di daerah muncul<br />

kembali ke permukaan dan mendapatkan arti politik yang baru......<br />

diberlakukannya pemilu kepala daerah dan pemilu legislatif di<br />

daerah telah menciptakan imperatif-imperatif baru untuk elite<br />

MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />

139

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!