vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Ahmad Baedowi<br />
Selain itu, rendahnya kesadaran sejarah suatu masyarakat, menandakan<br />
gagalnya pendidikan untuk menyerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa<br />
yang cerdas memiliki ingatan sejarah yang kuat, dan mau belajar dari<br />
sejarah. Alih-alih melakukan introspeksi diri akan kelemahan dan<br />
kesalahannya, malahan banyak orang Indonesia sekarang lebih suka<br />
menyalahkan konstitusi yang dibangun dengan susah payah oleh pendiri<br />
negara bangsa. Padahal sangat tidak masuk di akal jika kita mengingkari<br />
Pancasila, yang dalam rumusan Soekar<strong>no</strong> disebut sebagai pandangan<br />
hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk ini.<br />
Secara puitis, Pramoedya Ananta Toer menulis: “Dengan rendah hati<br />
aku mengakui: aku adalah bayi semua bangsa dari segala jaman, yang<br />
telah lewat dan yang sekarang. Tempat dan waktu kelahiran, orangtua,<br />
memang hanya satu kebetulan, sama sekali bukan sesuatu yang keramat.”<br />
Kutipan dari salah satu tetralogi Pramoedya Ananta Toer (Anak Semua<br />
Bangsa) di atas jelas sangat relevan bagi penumbuhan nilai keragaman di<br />
semua lapisan masyarakat. Bahkan secara sadar dan bertanggungjawab,<br />
para founding fathers Republik ini merumuskan makna spiritual keragaman<br />
dalam Pancasila. Karena itu tak terlalu salah jika Pancasila lahir untuk<br />
menegaskan bahwa secara sosial, budaya, tradisi, adat istiadat, dan agama,<br />
Indonesia sebenarnya merupakan anak semua bangsa; di dalamnya<br />
mencerminkan sebuah mozaik yang sangat indah, penuh warna dan<br />
nuansa.<br />
Jika hari ini masih ada sekelompok masyarakat yang ragu dengan<br />
Pancasila, jelas orang atau kelompok tersebut sedang hidup di ruang<br />
hampa atau bahkan kedap suara. Padahal dari perjalanan sejarah bangsa<br />
jelas sekali jika Pancasila merupakan ikatan kesatuan kebangsaan dan<br />
keagamaan masyarakat Indonesia, karena Pancasila telah memperlihatkan<br />
kemampuan integratif yang luar biasa. Pancasila bukan saja memancarkan<br />
integrasi kebangsaan dari lapisan-lapisan sosial, tetapi juga integrasi<br />
kesejarahan antara masa lampau, kini dan akan datang dan sesama umat<br />
manusia serta antara mahluk dengan al-Khalik. Selain itu, Pancasila juga<br />
merupakan pantulan kepribadian kita bersama, karena dia memberikan<br />
corak atau ciri khas kepada bangsa Indonesia yang membedakannya<br />
dengan bangsa-bangsa lain.<br />
Sebagai bangsa yang memiliki kekayaan budaya, tradisi dan bahasa<br />
yang sangat banyak dan beragam, sudah selayaknya kita bersyukur dan<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
71