vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Ahmad Gaus AF<br />
Penelitian ini menemukan fakta bahwa lingkungan sekolah ternyata<br />
merupakan ruang terbuka yang bebas dirambah oleh siapa saja seolaholah<br />
tidak ada otoritas atau wewenang yang membatasinya. Dalam konteks<br />
diseminasi paham-paham radikalisme, data-data yang kami himpun di<br />
lapangan menunjukkan bahwa organisasi-organisasi keagamaan di luar<br />
sekolah yang bercorak keras mengisi ruang tersebut dengan agenda mereka<br />
sendiri-sendiri. Organisasi-organisasi ini telah membawa Islam masuk ke<br />
dalam lingkungan sekolah mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh<br />
ideologi negara yang dulu begitu intensif dilakukan melalui indoktrinasi<br />
Pancasila (khususnya melalui penataran P4 [Pedoman Penghayatan dan<br />
Pengamalan Pancasila]).<br />
Ideologi negara tidak hidup dalam kesadaran komunitas sekolah karena<br />
negara memang tidak serius masuk ke dalamnya. Jalan masuk negara<br />
terbatas hanya melalui pengajaran PKn yang materinya cenderung<br />
melebar atau bersifat pengulangan. Hal ini diperparah oleh kenyataan<br />
bahwa pengajaran PKn disampaikan melalui metode yang membosankan,<br />
yaitu melalui ceramah. Ruang kosong yang dulu diisi oleh pendidikan<br />
Pancasila itu kini dimasuki para penyusup yang membawa ideologi<br />
radikalisme atas nama Islam, yang anti ideologi negara dan anti NKRI.<br />
Tampak jelas bahwa kesadaran keislaman pada siswa-siswa sekolah<br />
menengah di wilayah penelitian lebih besar daripada kesadaran<br />
kebangsaan atau kewarganegaraan. Minimnya penanaman kesadaran<br />
kebangsaan melalui pendidikan Pancasila yang efektif sejauh ini memang<br />
belum menjadi masalah besar. Tetapi ada indikasi bahwa agresivitas<br />
kelompok-kelompok ideologis melakukan infiltrasi ke dalam lingkungan<br />
sekolah terus berusaha untuk merekrut generasi muda sebagai bagian dari<br />
kelompok mereka akan menjadi masalah di kemudian hari. Kesadaran<br />
keislaman yang tidak diimbangi dengan kesadaran kewarganegaraan yang<br />
memadai akan menjadi titik yang rawan bagi masuknya kelompok garis<br />
keras yang akan mentransformasikannya menjadi kekuatan Islam yang<br />
destruktif, anti toleransi, dan membungkam keragaman.<br />
<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
191