vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Agama, Terorisme, dan Peran Negara<br />
ruwetnya kepribadian kelompok ini. Maka Negara melalui FKPT harus<br />
memahami keruwetan ini dalam upaya melembutkan batin mereka<br />
agar tidak lagi “merasa benar di jalan yang sesat.” Oleh sebab itu untuk<br />
mendekati kelompok ini diperlukan bantuan para agamawan, sejarawan,<br />
dan psikolog yang sabar, setelah kita punya sikap yang benar bahwa<br />
cara kekerasan tidak akan mengurangi kadar terorisme mereka. Malah,<br />
dendam mereka kepada aparat, khususnya kepolisian, akan semakin<br />
dalam dan sulit dikendalikan. Saya tidak tahu apakah pembunuhan yang<br />
berlaku atas anggota kepolisian dilakukan oleh teroris atau oleh mereka<br />
yang sedang memendam dendam kepada aparat.<br />
Sebenarnya dengan tertangkapnya Dr. Azahari dan Noordin M. Top,<br />
keduanya pengagum Usamah Bin Ladin, kekuatan teror di Indonesia<br />
telah semakin bersifat sporadis, sekalipun mereka masih saja menyusun<br />
kekuatan untuk mencari sasaran-sasaran baru. Mereka telah kehilangan<br />
komandan yang punya kharisma, persis seperti teror global kehilangan<br />
Usamah Bin Ladin. Dr. Ayman Zawahiri (warga Mesir) yang menggantikan<br />
posisi Bin Ladin tidak cukup punya wibawa sebagai pemimpin teror.<br />
Tetapi kita harus jujur, mereka sebenarnya adalah korban Perang Dingin,<br />
seperti disinggung di atas, saat dunia terbelah antara dua kutup: kutup<br />
kapitalis dan kutup komunis. Sebagian besar dari cikal bakal pelaku teror<br />
ini adalah alumni perang Afghanistan yang semula digunakan Amerika<br />
Serikat untuk melawan rezim Marxis di sana. Setelah pasukan Uni Soviet<br />
angkat kaki dari negara miskin itu, para alumni ini dibiarkan begitu saja,<br />
tidak lagi disantuni. Dengan bekal latihan perang yang keras dan energi<br />
yang berlebih mereka kemudian menjadi diaspora dengan menyimpan<br />
dendam yang dalam kepada Amerika karena tidak berterima kasih kepada<br />
peran mereka dalam melumpuhkan rezim Marxis di Afghanistan. Tetapi<br />
sebuah paradoks berlaku di sini: para teroris ini membeci Amerika, tetapi<br />
mendewakan Usama Bin Ladin, yang pernah menjadi pion Amerika di<br />
kawasan Asia Selatan.<br />
Pada tahun 1985, Presiden Ronald Reagan bahkan pernah mengundang<br />
tokoh mujahidin Afghanistan ke Gedung Putih dan dielukan sebagai<br />
pejuang militan untuk melawan pasukan atheis Uni Soviet yang<br />
menduduki tanah Afghanistan. Saat mengenalkan sekelompok pria<br />
bersorban ini kepada media, Reagan berkata: “Tuan-tuan ini secara<br />
244 MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>