vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Anis Farikhatin<br />
IV. Hasil Evaluasi & Refleksi Pengalaman<br />
A. Refleksi Guru<br />
Dialog merupakan cara yang dewasa bagi siapa pun untuk menyelesaikan<br />
persoalan tanpa kekerasan, bahkan karena konflik sekalipun. Karena<br />
dialog adalah logika dari menghidupkan dan memaknai perbedaan.<br />
Dialog memungkinkan seseorang untuk melihat dan memahami orang<br />
lain yang berbeda dengan perspektif yang positif, dan sikap hormat.<br />
Dengan demikian seseorang tidak mudah menilai, menghakimi, dan<br />
melabeli orang lain yang berbeda dengan kita tanpa verifikasi dan<br />
memperlakukan orang lain yang berbeda dengan adil.<br />
Saya menduga, penghakiman terhadap umat lain dengan aksi kekerasan<br />
yang terjadi selama ini selain dikarenakan pandangan keagamaan yang<br />
eksklusif. Pandangan itu muncul karena tidak pernah ada ruang bagi<br />
para penganut agama yang berbeda tersebut untuk duduk bersama, untuk<br />
berdialog dan berefleksi secara imani dengan spiritualitas mendalam<br />
untuk membicarakan apa sebenarnya makna seluruh ajaran, teks-teks<br />
dan simbol-simbol agama yang diyakini bagi kehidupan secara pribadi,<br />
dalam berkeluarga/berumah tangga, bermasyarakat, dan lebih luas lagi<br />
berbangsa.<br />
Kegiatan silaturrahim dan dialog yang saya rintis ini merupakan upaya saya<br />
untuk membuka ruang agar bisa duduk bersama untuk berdialog sebagai<br />
sesama “makhluk Tuhan” dan sesama “pencari jalan” menuju Tuhan.<br />
Bahwa kami menyadari dan mengakui adanya route dan kendaraan yang<br />
berbeda diluar sana; tapi kepada Tuhan yang samalah kami menuju dan<br />
akan kembali. Bahwa memahami bukan serta merta menyetujui. Saling<br />
memahami adalah sebuah kesadaran bahwa nilai nilai “mereka” dan kita<br />
bisa berbeda, dan mungkin saling melengkapi, bahkan mungkin bisa<br />
saling berkontribusi terhadap relasi yang dinamis dan hidup.<br />
Sillaturrahim dan dialog sebagai model pembelajaran inklusif-dialogis<br />
humanis memberikan pemahaman bahwa: pengalaman adalah guru yang<br />
terbaik jika dimaknai sehingga mampu menjadi spirit hidup. Pengalaman<br />
menuntun seseorang menemukan makna dan kesadarannya. Belajar<br />
dari pengalaman merupakan proses mengubah pengetahuan agama<br />
yang kognitif menjadi makna dan nilai. Belajar dari pengalaman lebih<br />
humanis, karena menempatkan partisipan belajar sebagai subyek belajar.<br />
MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong><br />
125