vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Pembebasan dari Desa<br />
terutama saat pemberian nama serikat. Saat itu dari 13 paguyuban tani<br />
yang hadir, muncul 17 usulan nama. Bahruddin mendaulat Raymond<br />
memilih salah satunya. “Kalian itu NU semua, (tapi nama-nama) ini ndak<br />
Islami,” kata dia yang beragama Katolik itu dalam bahasa Jawa sambil<br />
menunjuk nama-nama usulan. Padahal mayoritas peserta beragama<br />
Muslim. Lantas ia teringat, bahwa ia sempat mau membentuk sebuah<br />
yayasan bersama aktivis (almarhum) Moeslim Abdurrahman. Rencananya,<br />
yayasan itu akan diberi nama Qaryah Thayyibah“ Artinya, desa yang<br />
ideal. Karena batal didirikan, maka nama itu ia pilihkan sebagai nama<br />
sarekat tani yang hendak dibentuk Bahruddin tersebut.<br />
Tak hanya itu, pluralisme juga dinampakkan pada susunan kepengurusan<br />
SPPQT periode pasca-Bahruddin. Estafet kepemimpinan diserahkan<br />
Bahruddin kepada Ruth, aktivis perempuan di Qaryah Thoyyibah<br />
yang justru beragama Kristen. Bagi Bahruddin, nilai utama yang<br />
diperjuangkan oleh QT adalah keadilan. Keadilan yang universal.<br />
Keadilan yang melintasi sekat agama, ras dan atau apapun. “Meskipun<br />
organisasi ini sebagian besar anggotanya adalah warga muslim dan NU,<br />
bahkan namanya sangat ‘Islami’ tak ada masalah dipimpin oleh seorang<br />
perempuan dan Kristen”, katanya santai.<br />
Menurut Muhammad Akbar, jaringan tani QT yang terus meluas<br />
dipandang Akbar sebagai bentuk untuk langkah mandiri yakni memenuhi<br />
kebutuhan desa sendiri atau minimal anggota jaringan tersebut. “Mereka<br />
menghindari atau meminimalkan Agro Corporate,” ujar Akbar yang kerap<br />
kehabisan stok beras saat memesan ke paguyuban.<br />
Pertanian yang melibatkan perusahaan besar membuat posisi tawar<br />
petani dan desa jadi rendah. Dengan serikat tani QT itu, Akbar melihat<br />
sendiri antar anggota mereka bisa bertransaksi produk pertanian secara<br />
lebih transparan dan setara. Misalnya dalam menawar harga lebih enak,<br />
atau pasokan pupuk yang bisa dinegosiasikan. “Jadi tidak ada hubungan<br />
patron-klien,” kata dia.<br />
Akbar menyatakan, Bahruddin yakin langkah itu untuk membuat desa<br />
jadi lebih baik. “Desa jadi baik itu karena dibangun orang desa sendiri.<br />
Untuk bisa membangun, jadi juga harus belajar dari situ,” kata Akbar<br />
menirukan Bahruddin. Untuk itu, akhirnya muncul ide sekolah QT.<br />
“Pendidikan sebagai Support Systemnya,” katanya. “Sampai pernah ada<br />
joke, petani yang ikut seminar itu pahalanya lebih banyak daripada yang<br />
222 MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>