vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
vol viii no 1 juli 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Pemetaan Problem Radikalisme di SMU<br />
Negeri di 4 Daerah<br />
misalnya ikut membantu memberikan motivasi dan mengajarkan materi<br />
keagamaan, tanpa mempertimbangkan agenda-agenda di belakangnya,<br />
seperti penyebaran pemahaman gerakan serta menjadikan para peserta<br />
didik sebagai basis dukungan atau anggota dari organisasi-organisasi<br />
tersebut.<br />
Dunia pendidikan merupakan wahana untuk melakukan transformasi<br />
nilai-nilai luhur kepada para peserta didik. Di dalam prakteknya upaya<br />
transformasi tersebut melibatkan berbagai unsur yang saling terkait,<br />
tidak hanya peserta didik, tapi juga para pendidik, materi pengajaran,<br />
metode pengajaran, dan para stake holders atau pemangku kepentingan<br />
yang lebih luas, termasuk masyarakat dan pemerintah (terutama dalam<br />
hal ini Kemendikbud).<br />
Keterkaitan yang erat satu sama lain itu menjadikan dunia pendidikan<br />
sebagai ruang sosial yang dinamis dan terbuka, dalam arti bisa menerima<br />
pengaruh dari mana pun datangnya, yang positif maupun negatif. Karena<br />
itu pula, realitas yang terjadi di dunia pendidikan bukanlah realitas yang<br />
berdiri sendiri. Ia harus dipahami dalam hubungannya dengan realitasrealitas<br />
lain yang sedang berlangsung di luar dirinya.<br />
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan (UUSP) No. 20/2003,<br />
Pasal 4 ayat 1, dijelaskan bahwa “penyelenggaraan pendidikan harus<br />
dilakukan dengan menegakkan nilai-nilai yang demokratis, berkeadilan,<br />
tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM),<br />
nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.” Pesan<br />
yang terkandung dalam UU ini dengan jelas mencerminkan semangat<br />
reformasi pasca Orde Baru. Sebagaimana kita ketahui bahwa semangat<br />
reformasi ialah mengubur semua praktek kehidupan berbangsa dan<br />
bernegara sebelumnya yang bersifat otoritarian, koruptif, diskriminatif,<br />
dan mo<strong>no</strong>kultur atau penyeragaman.<br />
Setelah ditetapkannya UUSP No 20/2003 tersebut orang berharap<br />
bahwa dunia pendidikan sudah sejalan dengan semangat yang dikandung<br />
dalam UU tersebut. Namun, penelitian yang kami lakukan memberi<br />
petunjuk negatif. Pada beberapa kasus di wilayah-wilayah penelitian di<br />
Cianjur, Pandeglang, Surakarta, dan Yogyakarta, terdapat temuan bahwa<br />
sekolah umum (SMAN), bersikap sangat permisif terhadap masuknya<br />
kelompok-kelompok radikal yang me<strong>no</strong>lak Pancasila, NKRI, dan paham<br />
kebangsaan di lingkungan mereka.<br />
190 MAARIF Vol. 8, No. 1 — Juli <strong>2013</strong>