KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Kesimpulan<br />
Kritik sejarah yang dilakukan dalam al-Qur’an menampilkan sosok al-Qur’an<br />
sebagai sesuatu yang historis dan non-historis. Al-Qur’an dikatakan histories karena ia<br />
merupakan jalinan kesinambungan wahyu Tuhan sebelumnya dengan adanya<br />
penyesuaian waktu dan tempat serta kondisi. Tampaknya dari sisi ini Muhammad<br />
Abduh menjadi justifikasi pandangan ini ketika mengemukakan teori evolusi wahyu, di<br />
mana wahyu Allah yang sesuai dengan taraf kemajuan umat manusia dan<br />
kesempurnaannya adalah wahyu Muhammad saw. Sedangkan kajian al-Qur’an dalam<br />
bingkai non-historis mendapatkan hasil esensi wahyu yang berada di luar sejarah dan<br />
bersumber dari Tuhan.<br />
Selanjutnya, bila kita mencoba dengan apa yang telah diungkapkan Sahiron<br />
Syamsudin—perlunya pembuktian penyimpangan dalam al-Qur’an—sebagai salah satu<br />
respon dalam menyikapi orientalis, 199 maka kita dapat mengambil kesimpulan seperti<br />
apa yang telah diungkapkan Fazlur Rahman bahwa tesis Wansbrough minim data<br />
histories mengenai asal-usul, karakter, evaluasi, dan individu-individu yang terlibat<br />
dalam tradisi. Al-Qur’an menurut Rahman hanya dapat dipahami secara kronologis dan<br />
antara satu dengan yang lainnya merupakan keutuhan. Dalam memperkuat argumennya<br />
Rahman memberikan ilustrasi tentang mukjizat dan komunitas yang berkembang akibat<br />
perbedaan waktu. Oleh karena itu, tesis John Wansbrough tersebut dibangun<br />
berdasarkan duplikasi dan repetisi dalam al-Qur’an.<br />
Selanjutnya masih menurut Rahman, dalam menganalisis al-Qur’an tentang versi<br />
kisah Syu’aib, Wansbrough tidak menghayati tentang bentuk-bentuk kisah al-Qur’an.<br />
Adanya kisah-kisah yang berbeda itu merupakan suatu I’jaz terseneiri bagi al-Qur’an<br />
dan pengulangannya menunjukkan arti tersendiri. Pada masalah inilah kiranya<br />
Wansbrough sendiri belum mampu menghayati pendekatan fenomenologisnya,<br />
meskipun ia telah membaca teorinya.<br />
Sependapat dengan M. al-Fatih Suryadilaga, lahirnya tuduhan-tuduhan yang<br />
dilancarkan oleh John Wansbrough di atas tidak didasari atas pemahaman Islam yang<br />
utuh. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran yang semacam ini dan yang berkembang<br />
banyak di kalangan Barat (orientalis) cenderung menimbulkan berbagai konflik antar<br />
agama. Hal ini tidak menunjukkan esensi keagamaan yang digagas dalam metode<br />
filsafat, di mana Popper telah memulainya dengan memetakan tiga dunia dalam bingkai<br />
epistemology dan tidak mengandalkan dirinya (agamanya) yang benar, yang lain salah.<br />
Namun demikian, bagi yang merasa penganut Islam pun seharusnya tidak<br />
menjadi sang pengadil bagi penganut lainnya, lebih-lebih bila orang tersebut belum<br />
mengetahui benar ajaran agama lain untuk mampu melepaskan baju ideologis diri<br />
sendiri karena bisa saja hal itu menjadi seperti apa yang digagas Wansbrough—layak<br />
disebut bom atomnya Yahudi-Ktisten atas Islam—sebagaimana pemikir Islam yang telah<br />
membahas habis berbagai ketimpangan Kristen.<br />
199 Sahiron Syamsudin, Memahami dan Menyikapi Metode Orientalis dalam Kajian al-Qur’an,<br />
Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 104