KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
otentitasnya, namun isu klasik yang selalu diangkat adalah soal pengaruh Yahudi,<br />
Nasrani, Zoroaster dan sebagainya terhadap Islam dan isi kandungan al-Quran.<br />
Goldizher berusaha mengungkapkan apa saja yang bisa dijadikan bukti bagi teori<br />
peminjaman dan pengaruh hal tersebut terutama dari literatur dan tradisi Yahudi-<br />
Nasrani, dan membandingkan ajaran al-Quran dengan adat-istiadat Jahiliyah, Romawi,<br />
dan lain sebagainya. Goldziher mengatakan bahwa cerita-cerita dalam al-Quran banyak<br />
yang keliru dan tidak sesuai dengan versi Bible yang dianggap lebih akurat. Dengan<br />
demikian penulis simpulkan bahwa pendekatan yang dipakai Goldziher adalah<br />
comparative religion dalam mengkaji kitab suci, dan historical otenticity dalam mengkaji<br />
hadis.<br />
Secara spesifik, menurut Ignaz Goldziher, Islam adalah agama yang paling<br />
memuaskan akal, dan Islam tidak bertolakbelakang dengan kemajuan ilmu, karena jika<br />
bertolakbelakang, maka berarti Islam itu bertentangan dengan semangat pembawanya.<br />
Sementara itu, Goldziher dalam memandang al-Quran mengatakan, “Tidak ada kitab<br />
perundang-undangan (tasyri’) yang diakui oleh kelompok keagamaan bahwa ia adalah<br />
teks yang diturunkan atau diwahyukan, di mana pada masa awal peredaran teks<br />
tersebut datang dalam bentuk kacau dan tidak pasti sebagaimana yang kita temukan<br />
dalam al-Quran.” 107 Demikian tanggapan Goldziher terhadap al-Quran yang menurutnya<br />
banyak perbedaan dalam hal qira’at dan tidak konsisten dalam hal tafsirnya dan ingin<br />
mengubah susunan ayat dan surat dalam al-Quran secara kronologis, mengoreksi<br />
bahasa al-Quran ataupun mengubah redaksi sebagian ayat-ayatnya.<br />
Tentang Tafsir al-Qur’an, Goldziher memandang bahwa tafsir memiliki bias<br />
kepentingan, karena memang indikasi seperti itu dalam dunia Islam dapat ditemukan<br />
dengan mudah. Fakta tentang bagaimana masing-masing sekte atau madzhab dalam<br />
Islam saling memperebutkan “klaim kebenaran Tuhan” merupakan bukti yang tidak bisa<br />
disangkal. 108 Di sinilah al-Quran sebagai rujukan inti menjadi taruhan tertinggi; sebuah<br />
kewenangan mutlak, senjata perang, sumber harapan, dan tempat suaka yang tak dapat<br />
digantikan dalam waktu-waktu permusuhan. Dari sinilah dimulai babak penafsiran<br />
secara tekstual terhadap “tujuh huruf” yang maknanya sangat membinggungkan,<br />
sebagaimana lahir pengakuan pada empat imam madzhab dalam bidang fiqih, maka<br />
dalam disiplin qira’at muncul pula pengakuan tujuh madzhab (madrasah) yang masingmasing<br />
madzhab mewakili kecenderungan dalam qira’at, serta menjustifikasi qira’atnya<br />
dengan riwayat-riwayat yang shahih. 109<br />
Tafsir yang dapat dikatakan shahih adalah tafsir yang didasarkan pada ilmu, yaitu<br />
tafsir yang ditetapkan oleh Nabi saw sendiri atau sahabatnya yang bersentuhan<br />
langsung dalam wilayah pengajaran. Dalam hal ini Nabi telah menjelaskan makna al-<br />
Quran dan dalalah-nya, 110 karena sudah sangat jelas bahwa Nabi saw sendiri sering kali<br />
ditanya tentang makna kosakata dan ayat-ayat al-Quran, dan beliau menjelaskan hal itu<br />
semua. Demikianlah beliau tidak menafsirkan ayat-ayat tersebut dari pendapatnya<br />
107 Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir Dari Aliran Klasik Hingga Modern, diterjemahkan oleh M. Alaika Salamullah, dkk, (Jogjakarta: elSAQ<br />
Press, 2003) hal, 4.<br />
108 Ibid., hal, xi.<br />
109 Ibid., hal, 59.<br />
110 Ibid.,hal, 87.<br />
Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 67