04.05.2013 Views

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Muhammad Saw terdapat 40 penulis wahyu yang setiap saat siaga dalam melakukan<br />

penulisan. 240 Ada juga Sa’ad Ibn ‘Abdullah Ibn ‘Auf yang memiliki kumpulan hadis dari<br />

tulisan tangan sendiri. 241<br />

Bahkan M. M. Azami telah memaparkan secara rinci tentang bukti adanya tradisi<br />

tulis-menulis pada masa awal Islam. 242 Menurutnya, beberapa sahabat yang telah<br />

melakukan tradisi penulisan hadis, misalnya Ummu al-Mu’minin Aisyah, Abdullah bin<br />

Abbas, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin al-’Asy, Umar bin Khattab dan Ali bin<br />

Abi Thalib. 243 Namun kesadaran umum kaum muslimin untuk menulis ini baru mencuat<br />

ke permukaan setelah terinpirasi oleh kebijaksanaan Umar bin Abdul Aziz. Pada periode<br />

inilah, pentingnya penulisan hadis Nabi Muhammad Saw baru terasa. Fenomena ini juga<br />

diperkuat oleh statemen orientalis lainnya, seperti Fuad Sezgin yang telah memberi<br />

ulasan tentang problem autentisitas hadis. Menurutnya, di samping tradisi oral hadis,<br />

sebenarnya juga telah terjadi tradisi tulis hadis pada zaman Nabi Muhammad,<br />

kendatipun para sahabat sangat kuat hafalannya. 244<br />

Ketiga, alasan Ignaz Goldziher di atas sangatlah tidak representatif, tidak jujur<br />

dan terkesan mengada-ada. Kalaupun Nabi Muhammad Saw mendapatkan<br />

pengetahuannya dari orang Yahudi dan Kristen, bukan berarti Nabi Muhammad Saw<br />

juga serta merta menjiplak gagasan Yahudi. Jika pada kenyataannya ada guru yang<br />

mengajari Nabi Muhammad Saw tentang ajaran-ajaran Yahudi, tentunya guru tersebut<br />

akan menggugat bahkan menolak mentah-mentah hadis Nabi Muhammad Saw itu.<br />

Keempat, tuduhan Ignaz Goldziher terhadap perawi hadis sangat tidak beralasan,<br />

karena pada kenyataannya tradisi periwayatan hadis terbagi menjadi dua, yaitu<br />

periwayatan bi al-lafdzi dan periwayatan bi al-ma’na. Jenis periwayatan yang kedua<br />

yang telah disorot oleh Ignaz Goldziher dengan argumennya bahwa perawi hadis yang<br />

menggunakan tradisi periwayatan bi al-ma’na dicurigai telah meriwayatkan lafaz-lafaz<br />

yang dengan sengaja disembunyikan, sehingga redaksinya menjadi tidak akurat.<br />

Padahal, adanya tradisi periwayatan bi al-ma’na ini dikarenakan sahabat Nabi<br />

Muhammad Saw tidak ingat betul lafadz aslinya. Dan yang terpenting bagi sahabat Nabi<br />

adalah mengetahui isinya atau matan yang terkandung di dalamnya. Di samping itu,<br />

tradisi ini tidak dikecam oleh Nabi Muhammad Saw, mengingat redaksi hadis bukanlah<br />

al-Qur’an yang tidak boleh diubah susunan bahasa dan maknanya, baik itu dengan<br />

mengganti lafaz-lafaz yang muradif (sinonim) yang tidak terlalu mempengaruhi isinya,<br />

berbeda dengan al-Qur’an sebab ia merupakan mu’jizat dari Allah yang tidak mungkin<br />

diubah. 245<br />

240 Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), h. 66.<br />

241 Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa al-Muhhadtisun (Beirut: Dar al-’Ilm li al-Malayin, 1988), h. 24.<br />

242 M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustofa Yaquf (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 3. lihat pula dalam<br />

Sa’ad al-Murshafi, al-Mustasyriqun wa al-Sunnah (Kuwait: Maktabah al-Manar al-Islami kerja bareng Muassasah al-Rayyan), h. 132.<br />

243 M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustofa Yaquf (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 3. lihat pula dalam<br />

Sa’ad al-Murshafi, al-Mustasyriqun wa al-Sunnah (Kuwait: Maktabah al-Manar al-Islami kerja bareng Muassasah al-Rayyan), h. 132.<br />

244 Statemen ini dikutip dari Abdul Mustaqim, “Teori Sistem Isnad dan Otentisitas Hadis menurut Perspektif Muhammad Mustafa Azami,”<br />

dalam Fazlur Rahman dkk, Wacana Studi Hadis Kontemporer (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), h. 56.<br />

245 Fathurrahman, Ikhtisar Mushthalah al-Hadis, Cet.I, (Bandung: P.T. al-Ma’rifat, 1974), h. 50.<br />

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 122

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!