04.05.2013 Views

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Sikap atas Pemikiran Ignaz Goldziher<br />

Untuk menanggapi beberapa anggapan yang dilontarkan Goldziher di atas, berikut ini<br />

akan dipaparkan catatan kritis sebagai analisis dengan menyuguhkan beberapa<br />

argument. Pertama, sejak awal munculnya Islam, Nabi Muhammad Saw memegang hak<br />

prerogatif keagamaan setelah Allah Swt, terbukti dengan dijadikannya beliau sebagai<br />

tempat rujukan dari masalah-masalah yang muncul di kalangan para sahabat dengan<br />

berbagai sabda dan perbuatannya, yaitu hadis. Dengan begitu, walaupun penulisan dan<br />

pengkodifikasian hadis baru dilakukan jauh dari kehidupan Nabi Muhammad Saw,<br />

bukan berarti autentisitas dan validitas hadis menjadi suatu yang diragukan, karena<br />

ulama belakangan berupaya secara serius dalam melakukan verifikasi, terbukti dengan<br />

banyak karya yang memuat kritik, baik dari segi sanad maupun matannya sebagai upaya<br />

membentengi hadis-hadis palsu.<br />

Pada pertengahan abad kedua, perhatian ulama lebih banyak tercurahkan pada<br />

penghimpunan hadis-hadis Nabi di luar fatwa sahabat dan tabi’in dalam bentuk musnad.<br />

Adapun kitab pertama adalah karya Abu Daud al-Thayalisi dan musnad Ahmad bin<br />

Hanbal. Penyusunan ini terus berlanjut dengan tersusunnya kitab “Al-Kutub al-Sittah,”<br />

sementara pada generasi berikutnya lebih bersifat men-jarah dan men-ta’dil kitab-kitab<br />

yang telah ada. 234<br />

Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib menunjukkan beberapa faktor yang menjamin<br />

kemurnian hadis. Pertama, adanya ikatan emosional umat Islam untuk berpegang teguh<br />

kepada segala sesuatu yang datang dari Nabi. Kedua, adanya tradisi hafalan dalam<br />

proses transmisi hadis. Ketiga, sikap kehati-hatian para muhaddith dari masuknya hadis<br />

palsu, ditunjang sikap selektifitas para muhaddith dalam tradisi periwayatan. Keempat,<br />

terdapatnya beberapa manuskrip yang berisi tentang hadis-hadis. Kelima, adanya<br />

majlis-majlis ulama dalam tradisi transformasi hadis. Keenam, adanya ekspedisi ke<br />

berbagai wilayah untuk menyebarkan hadis. Dan ketujuh, sikap komitmen para<br />

muhaddith dalam meriwayatkan hadis dengan didukung keimanan dan jiwa religiusitas<br />

yang tinggi. 235<br />

Begitu juga John L. Esposito menguatkan bahwa meskipun hadis pada mulanya<br />

disampaikan secara lisan, namun ada sebagian perawi yang mulai menuliskannya.<br />

Selanjutnya penghimpunan hadis bertujuan agar tidak merusak teks yang telah<br />

diterimanya dari para ahli yang telah diakui periwayatanya, dan penghimpunan ini<br />

mencerminkan kata-kata aslinya. Bahasanya langsung, dialogis, aktif repetitif, dan<br />

memakai ungkapan yang tegas. Literatur hadis merupakan contoh prosa terbaik dari<br />

prosa Arab di masa awal Islam. 236 Sebab itulah, maka pelarangan penulisan hadis<br />

sebagaimana yang dipaparkan oleh Ignaz Goldziher di atas bukanlah karena mengadopsi<br />

aturan-aturan agama-agama terdahulu.<br />

Argumen ini sangatlah tidak representatif dan terkesan sangat mengada-ada.<br />

Pelarangan penulisan di sini karena adanya kekhawatiran apabila hadis bercampur<br />

234 Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa al-Muhhadtisun (Beirut: Dar al-’Ilm li al-Malayin, 1988), h. 47.<br />

235 Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, al-Sunnah Qabla al-Tadwin (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 122.<br />

236 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford dalam Islam Modern, terj. Eva Y.N. Dkk, jil. II (Bandung: Mizan. 2001), h. 127.<br />

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 120

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!