KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
penelitian tentang Islam. Semua ini, menurut Gibb, mengharuskan adanya sedikit<br />
penambahan dalam teks. Selain itu, Gibb juga menyadari bahwa karya jenis ini<br />
merefleksikan bukan hanya fakta pengetahuan (factual knowledge) tetapi juga<br />
intelektualitas dan batas-batas emosi dari sebuah periode, meskipun setiap karya telah<br />
sedemikian rupa meminimalisir pre-judgment dan prejudice yang dibawanya. Di sini,<br />
terdapat sebuah kesenjangan antara pandangan pada tahun 1911 dan 1946, ketika ia<br />
sendiri berupaya untuk menuliskan kembali. 6 Ringkasnya, menurut Gibb, Muhammad<br />
bukan saja seorang rasul, satu di antara rasul-rasul lain, tetapi bahwa dalam diri<br />
Muhammad, titik kulminasi kerasulan berakhir, dan melalui al-Qur’an yang diwahyukan<br />
melalui lisannya bentuk final wahyu Tuhan terbentuk dan menasakh semua catatan<br />
wahyu yang diturunkan sebelumnya (Gibb, 1946: 11-12).<br />
Seperti sudah disuarakan sebelumnya oleh T. Andrae, dalam kesarjanaan Barat<br />
sejak paruh pertama abad ke-20 muncul pengakuan bahwa Islam didasarkan pada<br />
wahyu asli yang diterima oleh Muhammad. Dari kalangan sarjana Katolik, Louis<br />
Massignon menegaskan bahwa melalui wahyu asli yang diterimanya, Muhammad<br />
mampu menangkap keesaan Tuhan (tauhid). Seiring dengan lengkapnya wahyu,<br />
Muhammad mengetahui bahwa asal usul bangsa Arab merujuk pada figur Ismail yang<br />
disebut dalam Bible. Di sini, wahyu dalam Islam bisa dianggap sebagai “jawaban<br />
misterius terhadap rahmat Tuhan dalam do’a Ibrahim untuk Ismail dan bangsa Arab”<br />
yang tidak perlu dipertentangkan. 7 Di sini, semangat kesatuan (tauhid) yang dibawa<br />
Massignon, tidak saja merefleksikan pandangannya terhadap keaslian yang sama dari 3<br />
agama semitik yang ada, tetapi juga menemukan kecocokan agama Katolik yang<br />
dianutnya dengan doktrin Islam tentang tasawwuf. Satu kritik yang menandai<br />
kelemahan penelitian Massignon tentang tasawwuf dalam bukunya Passion d’ al-Hallaj<br />
adalah lantaran pribadi al-Hallaj sendiri dianggap sebagai figur marjinal dalam Islam.<br />
Meski pada masa belakangan kecenderungan penelitian Barat yang bernada<br />
apologi dan bernilai polemikal semakin berkurang, tetapi kondisi anomali ditemukan<br />
dalam karya John Wansbrough Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural<br />
Interpretation (1977). Ia seolah menegaskan kembali skeptisisme para orientalis lama<br />
dengan kembali menggaungkan sikap yang polemikal. Ia mengatakan bahwa<br />
pengulangan mengenai gambaran monoteistik Yahudi dan Kristen yang ditemukan di<br />
6 Tentang judul Mohammedanism, memang ada keberatan yang menyatakan bahwa agama ini bukan mengajarkan tentang kultus terhadap<br />
Muhammad, sebagaimana Kristen lebih mengimplikasikan pemujaan terhadap kristus. Di sini, menurut Gibb, ada kesalahan yang berlapis<br />
bila mengasosiasi Islam sebagai pemujaan terhadap Muhammad dalam bentuk sebuah “berhala” (idol). Segala bentuk visualisasi nyatanya<br />
sangat dilarang dalam Islam. Sehingga, kata Muhammad bukan hanya menjustifikasi dirinya semata-mata. Jika dilihat dari rangkaian dua<br />
kalimat syahadat, “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Utusan Allah”, testimoni yang pertama mungkin saja dinyatakan oleh banyak<br />
orang di luar penganut Islam, sementara testimoni kedua adalah ciri khusus yang membedakan Islam dengan keyakinan yang lain (p. 11-<br />
12).<br />
7 Lihat Borrmans, 1996: 122 dalam "http://en.wikipedia.org/Louis_Massignon diakses pada 08-11-2011. Di sini. Massignon percaya bahwa<br />
wahyu turun dalam 3 tingkatan: pertama, wahyu berupa agama alam (natural religions) bagi para patrik (patriach); kedua, wahyu hukum<br />
kepada Musa; dan ketiga, Kristus dan sabda-sabdanya tentang kecintaan terhadap Tuhan. Islam, menurutnya adalah kembalinya agama<br />
alam para patrik, “bahwa Dzat Tuhan tidak bisa dikenali” dan bahwa manusia hanya bisa menerima apa yang diwahyukan kepada mereka<br />
tentang sifat-sifat Tuhan, dan mengikuti hukum-hukumNya, tanpa meminta untuk bersatu dengan-Nya melalui hukum-hukum tersebut.<br />
Ketiga tingkatan tersebutlah yang membedakan Islam di satu sisi dengan Kristen dan Yahudi di sisi lain, ketika Islam menerima poligami<br />
atau mengizinkan untuk berperang. Massignon sering menganggap Islam sebagai agama primitif yang naif, meski ia tidak meremehkan<br />
sistem teologi Islam. Baginya, Islam lahir sebagai protes terhadap kekafiran golongan yang terpilih (Yahudi dan Kristen). Menimbang asal<br />
muasal mereka pada Ibrahim, Yahudi dan kristen semestinya melihat Islam sebagai saudara Ibrahim yang disatukan dalam satu semangat<br />
iman dan pengorbanan. Menurutnya, Islam dan kristen bisa dipersatukan ke dalam keselamatan yang diberikan Kristus tanpa harus<br />
menjadi kristen, sehingga tidak dibutuhkan konversi external, tetapi cukup konversi internal di dalam Islam sendiri.<br />
Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 20