04.05.2013 Views

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Qur’an: Pheriparastic exegis, The Sectarian Milleu Content and composition of Islamic<br />

Salvation History. 173 Dari sini tampak bahwa John Wangsbrough sangat intens dalam<br />

mengkaji al-Qur’an dan yang terkait di dalamnya.<br />

Pemikiran John Wansbrough tentang Al-Qur’an<br />

John Wansbrough memandang al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan Tuhan kepada<br />

Nabi Muhammad saw merupakan kepanjangan dari kitab Taurat. 174 Hal ini dengan tegas<br />

ditulis oleh John Wansbrough dengan mengatakan: “Qur’anic adaption of Judae-Christian<br />

Satan will not have been a consequence merely of autonamasia…..” 175<br />

Dalam Qur’anic Studiesnya, Wansbrough lebih jauh melangkah dengan<br />

menegaskan bahwa al-Qur’an merupakan hasil konspirasi antara Muhammad dan<br />

pengikut-pemgikutnya pada dua abad pertama Islam yang secara sepenuhnya berada di<br />

bawah pengaruh Yahudi. 176<br />

Dengan merujuk QS al-A’raf ayat 71 dan al-Shaffat ayat 156, John Wansbrough<br />

memberi kata al-kitab (kitabullah) yang ada dalam al-Qur’an dengan ketetapan<br />

(authority) bukan dengan kitab suci. Atas keengganan untuk menyebut kitab suci<br />

tersebut, tampaknya tujuan yang hendak dicapai oleh Wansbrough adalah melepaskan<br />

al-Qur’an dari jalinan yang transedental yaitu wahyu Allah. Oleh karena itu,<br />

dimunculkanlah anggapan kata-kata yang disinyalir sebagai tambahan dari Nabi<br />

Muhammad saw. Wansbrough menganggap bahwa kata-kata “qul” dalam QS al-An’am:<br />

15, ar-Ra’du: 36 dan al-Ankabut: 52, kata tersebut sengaja disisipkan untuk<br />

menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah benar wahyu Allah. Keberadaannya justru<br />

menjadikan al-Qur’an tidak logis karena tidak sejalan dengan hegemonitas bahasa yang<br />

berlebihan. Dengan demikian, Wansbrough menyamakan al-Qur’an dengan karya sastra<br />

syair yang harus konsisten dalam penggunaan bahasa. 177<br />

Wansbrough di sisi lain, menegaskan bahwa riwayat-riwayat tentang kisah<br />

pengumpulan al-Qur’an serta laporan-laporan tentang kodeks para sahabat direkayasa<br />

dan diangkat ke permukaan untuk memberikan otoritas kepada suatu teks Ilahi yang<br />

bahkan belum dikompilasi hingga abad ke 3 H. Ia mengklaim bahwa teks al-Qur’an pada<br />

awalnya begitu “cair” sehingga berbagai laporan yang mencerminkan varian tradisitradisi-tradisi<br />

independen di berbagai pusat metropolitan islam –misalnya Kufah,<br />

Bashrah, Madinah dan lain lain- bisa ditelusuri jejaknya dalam mushaf al-Qur’an yang<br />

sekarang. 178<br />

John Wansbrough menolak mushaf utsmani. Ia mengundurkan penulisan al-<br />

Qur’an selama 300 tahun kemudian. Hal ini diidentikkan dengan kodifikasi perjanjian<br />

lama yang ditulis selama 900 tahun yang diambil dari tradisi lisan. Inilah tesis lain dari<br />

173 Ibid.<br />

174 Ibid, hlm. 147.<br />

175 John Wansbrugh, Qur’anic Studies: Source and methods of Scriptual Interpretation, hlm. 56-57.<br />

176 Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur’an, hlm. 67.<br />

177 Syarif Hidayat, Studi al-Qur’an ala Wansbrough, dalam Orientalisme al-Qur’an dan Hadis, hlm. 148.<br />

178 Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur’an, hlm. 222.<br />

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 92

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!