04.05.2013 Views

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

generasi pertama adalah Silvestre De Sacy. Sacy dianggap sebagai bapak orientalis<br />

modern yang memperkenalkan metodologi antropologi rasional. Namun pada<br />

perkembangannya, metodologi Sacy tidak diterapkan oleh kalangan orientalis<br />

setelahnya, dan tergantikan oleh mentodologi filologinya Renan yang cukup menonjol<br />

kala itu hingga Foucault berani menggelarinya “si arsip zaman”.<br />

Kedua, pendekatan krtitik sejarah (historical criticism). Pendekatan ini sedikit<br />

berbeda dengan yang pertama, jika yang pertama berorientasi partikularistik, namun<br />

yang kedua ini berorientasi universal dan menggeneralisir. Tertuju kepada data<br />

kebenaran informasi mencakup perbandingan antara sejarah dan legenda, antar fakta<br />

dan fiksi, antar realitas dan mitos. Indikatornya bisa jadi kontradiksi dari sumber<br />

informasi dengan sumber lainnya, variasi dan inkonsistensi berbagai versi meskipun<br />

berasal dari sumber yang sama. Termasuk kejanggalan dan keganjilan bahasa yang<br />

digunakan. Karya yang bermetodologikan ini banyak juga diterapkan kalangan<br />

orientalis, karena pada dasarnya hampir mendekati metodologi filologis. Seperti terlihat<br />

dalam karya-karya orientalis ternama, seperti T.J. De Boer dalam Tarikh al-Falsafah fi al-<br />

Islam, di mana ia mengatakan bahwa filsafat Islam murni dari helenistik filsafat Yunani.<br />

Atau contoh lain T. Noldeke dalam Geschicte des Qorans dengan edisi Arab bertajuk<br />

Tarikh al-Quran, yang mendaku-dalih bahwa cerita-cerita para Nabi, segenap ajaran dan<br />

pewahyuan dalam al-Quran berasal dari ajaran murni Yahudi.<br />

Terakhir pendekatan ontologi. Pendekatan ini adalah pendekatan yang bukan<br />

bawaan dari Barat, melainkan murni dari metodologi rahim Islam sendiri. Artinya sama<br />

sekali tidak menggunakan dua pendekatan radikal di atas. Justru ada pengakuan dan<br />

kemudian mempelajarinya sebagai pisau analisis kajian. Pendekatan ini tidak<br />

memperdulikan akan timbulnya perseteruan, bahkan kadang menjadi begitu kontras<br />

dan teralienasi dalam penerapan metodologi Barat yang lazim—sekalipun kadang di<br />

satu sisi mengelaborasi metodologi Barat. Seperti karya apik Louis Massignon dalam al-<br />

Hallaj al-Shufi al-Syahid fi Islam ketika menjadikan figur al-Hallaj, sufi yang martir,<br />

sebagai “guru spritualnya”. Ia merasa muak dengan budaya hedonisme dan matrialisme<br />

Barat dan menemukan kedamaian dalam sosok spritualitas al-Hallaj. 56<br />

Dari ketiga metodologi di atas, T. Noldeke menggunakan pendekatan yang kedua<br />

yaitu kritik sejarah. Noldeke menggunakan skema kronologis yang membagi masa<br />

pewahyuaan menjadi tiga periode Mekah dan satu periode Madinah, yang paling<br />

diterima secara umum di masa itu. Terlepas dari kronologi standar yang empat periode,<br />

terdapat skema lain. Yang paling terkenal adalah skema Muir (lima periode Mekah<br />

termasuk masa pra-kenabian dan satu periode Madinah). 57<br />

Sikap Terhadap Noldeke dan Orientalis lainnya<br />

Meskipun para orientalis telah memberikan jasa-jasa besar kepada kita dalam<br />

memahami khazanah Islam baik Al-Qur’an atau Hadis, namun mereka tidak terlepas dari<br />

fanatisme yang berdasarkan agama dan ras. Oleh karena itu, pembahasan-pembahasan<br />

56 Faiq Ihsan Anshari, Pencarian Sebuah Keautentikan, dalam Jurnal Aufklarung, cetakan I November 2007, h. 102-104.<br />

57 M. Quraish Shihab, Orientalisme, dalam Jurnal Studi al-Quran, edisi kedua, h. 49.<br />

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 43

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!