KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Muhammad Latif, pendekatan historis-filologis mencakup tiga hal yang saling bertautan,<br />
yakni tafsir, content analysis, dan hermeneutika. 331<br />
Terkait dengan hal ini, Juynboll menawarkan metode common link sebagai ganti<br />
dari metode kritik hadits konvensional. Metode common link tidak hanya berimplikasi<br />
pada upaya merevisi metode kritik hadits konvensional, tetapi menolak seluruh dasar<br />
yang menjadi pijakan bagi metode tersebut. Jika metode kritik hadits konvensional<br />
berpijak pada kualitas periwayatan, maka metode common link tidak hanya<br />
menekankan kualitas periwayatan saja, tetapi juga kuantitasnya.<br />
Pemikiran Juynboll dalam Meneliti dan Mengkaji Hadis<br />
Dalam melacak dan meneliti hadits, Juynboll mengadopsi teori-teori schacht,<br />
terutama teori common link-nya. Teori ini merupakan struktur fundamental dalam<br />
mengkaji hadits nabi. Menurutnya, teori common link adalah teori yang brilian.<br />
Sayangnya teori tersebut belum dikembangkan dalam skala yang luas oleh para pengkaji<br />
hadits. Hal itu karena teori ini kurang mendapat perhatian, elaborasi, atau penekanan<br />
yang selayaknya, bahkan oleh Schacht sendiri. 332<br />
Sebagai sebuah teori yang relatif baru dalam dunia penelitian hadits, teori<br />
common link ini sering disalahpahami dan sering memancing perdebatan, terlebih lagi<br />
karena hasil temuannya sering kali bertolakbelakang dengan metode kritik hadits<br />
konvensional. Bahkan sebagian sarjana muslim, seperti M.M. Azami menolak secara a<br />
priori atas validitas teori common link dan juga hasil-hasilnya.<br />
Teori common link telah digunakan oleh Juynboll untuk menyelidiki asal usul dan<br />
sejarah awal periwayatan hadits selama dua puluh tahun terakhir ini. Teori ini berpijak<br />
pada asumsi dasar yang menyatakan bahwa semakin banyak jalur periwayatan yang<br />
bertemu pada seorang periwayat, baik yang menuju kepadanya atau yang<br />
meninggalkannya, semakin besar pula seorang periwayat dan jalur periwayatannya<br />
memiliki klaim sejarah. Dengan kata lain jalur yang dapat di percaya sebagai jalur<br />
historis adalah jalur yang bercabang kelebih dari satu jalur. Sementara jalur yang<br />
berkembang ke satu jalur saja, yakni Single Stand 333 tidak dapat dipercayai<br />
kesejarahannya.<br />
Common link adalah istilah untuk seorang periwayat hadits yang mendengar<br />
suatu hadits dari seorang yang berwenang (orang yang menyampaikan hadits pertama<br />
kali) lalu ia menyampaikan kepada sejumlah murid dan pada gilirannya muridmuridnya<br />
itu akan menyampaikan lagi kepada dua atau lebih muridnya. Dengan kata<br />
lain, common link adalah sebutan untuk periwayat tertua dalam berkas isnad yang<br />
meneruskan hadits kepada lebih dari satu murid. Dengan demikian ketika berkas isnad<br />
331<br />
Muhammad Latif Fauzi “Telaah atas Karya Charles J. Adams dalam Studi Islam” Center for Islamic Studies, (2009), dikutip dari<br />
http://cfis.uii.ac.id, diakses pada 20-10-2011, 13.11.<br />
332<br />
G.H.A. Juynboll, Muslim Tradition: Studies In Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith, (Cambridge University Press,<br />
1983), h. 207.<br />
333 Jalur tunggal dari Nabi hingga ke common link.<br />
Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 147