KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Pendekatan semantik dalam menafsirkan al-Qur’an lebih nampak pada<br />
pemaknaan yang memposisikan teks al-Qur’an pada tekstual dan kontekstualnya.<br />
Selanjutnya, semantik sebagai bagian dari ilmu kebahasaan memberikan daya tambah<br />
terhadap dimensi bahasa dan makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Analisis ini<br />
memberikan kecenderungan pemaknaan yang sangat luas dari segala dimensi<br />
pembentukan ayat-ayat al-Qur’an. Pada satu sisi, semantik memang memiliki daya teori<br />
yang mampu mengungkap makna teks yang lebih akurat. Hal ini membuktikan bahwa<br />
antara semantik dan al-Qur’an sama-sama memiliki karakteristik penganalisaaan.<br />
Semantik secara disiplin keilmuan membentangkan analisa teks yang sangat khusus<br />
sebagai ilmu bantu bahasa. Sedangkan, al-Quran sebagai kitab suci yang membawa<br />
segala simbol yang menyertai teksnya baik secara idiologi, kesejahteraan, norma<br />
maupun segala segmen kehidupan kemanusiaan yang terkandung dalam al-Quran. 146<br />
Dalam sejarah panjang tafsir al-Qur’an, para penafsir menggunakan sejumlah<br />
cara yang berbeda. Ibn Qutaybah (w. 270 H/899 M) telah menggunakan kaidah filologi<br />
murni yang menghasilkan Gharib al-Qur’an dan Musykil al-Qur’an. al-Thabari (Persia,<br />
224-310 H/830-916 M) telah menulis berjilid-jilid tafsir yang bertajuk Jami’ al-Bayan fi<br />
Tafsir al-Qur’an dengan mengumpulkan seluruh bahan takwil tradisional pada masanya,<br />
serta Zamakhsyari (449-538 H/1055-1144 M) juga memberikan tafsir al-Qur’an yang<br />
didasarkan pada pandangan pribadi serta bakatnya dengan memperlihatkan<br />
penguasaan bahasanya di dalam tulisan gramatis, leksikal dan filologis.<br />
Namun, Izutsu tidak lagi bergantung pada pandangan tradisional yang<br />
menekankan pada titik tolak deduktif. Di samping itu, sarjana ini juga menggunakan<br />
pendekatan khas yang berbeda dengan lainnya. Izutsu menempati kedudukan yang khas<br />
karena beliau berasal dari negara yang bukan Islam dan mempunyai tradisi yang<br />
berbeda dalam keagamaan, kebudayaan dan pemikiran. 147<br />
Salah satu sarjana muslim Asia Tenggara yang bernama Wan Muhammad Nor<br />
Wan Daud memberikan pandangan mengenai pengaruh Izutsu. Dengan merujuk<br />
kepadanya, beliau mempertimbangkan bahwa perbedaan mazhab hukum Islam dan<br />
Theologi bersumber pada perbedaan metode dalam menafsirkan al-Qur’an dan Hadis.<br />
Oleh karena itu, penafsir klasik yang menggunakan analisis gramatikal dan filologi<br />
dipandang dipandang tidak cukup karena metode tersebut belum bisa memberikan<br />
penjelasan yang menyeluruh. 148<br />
Menurut Machasin 149, keistimewaan yang menonjol dalam pendekatan<br />
semantiknya Izutsu yang relatif baru dalam kajian al-Qur’an terletak pada penggunaan<br />
data-data yang tersimpan dalam Khazanah Sastra Arab klasik pada masa pra-Islam.<br />
146 Haq, Simulasi Metode Penafsiran al-Quran http://nucim.org/dina/diskursus<br />
147 Sahidah, “Sumbangan Kajian Islam di Jepang,” artikel tanggal 18 Februari 2007, dari http://ahmadshahidah.blogspot.com/2007<br />
148 Shahidah, “Mungkinkah, Belajar Islam Dari Jepang,” 22 September 2006.<br />
149 Machasin merupakan pensyarah pemikiran Islam di Fakultas Adab Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang memberikan<br />
pengantar untuk terjemahan buku Izutsu ke dalam bahasa Indonesia<br />
Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 80