04.05.2013 Views

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Kritik Sanad dalam Teori Projecting Back Schacht<br />

Kajian kritik sanad yang dilakukan oleh Goldziher turut memengaruhi beberapa<br />

pandangan Schacht pada kajian ini. Schacht sendiri secara jujur merujuk pendapat<br />

Goldziher dalam bukunya yang berjudul “Muhammedanische Studien”. Goldziher<br />

menulis; One of these is that isnads have a tendency to grow backwards, that after going<br />

back to, say, a Successor to begin with, they are subsequently often carried back to a<br />

Companion and finally to the Prophet himself; 9 in general we can say: the more perfect the<br />

isnad, the later the tradition. 287 Di samping itu, Schacht juga pernah mengemukakan<br />

bahwa pendapatnya adalah bagian kelanjutan dari gagasan pendahulunya, Goldziher. 288<br />

Keseriusan Schacht dalam kritik hadis tidak hanya terpaku pada matan hadis<br />

saja, dia juga menyibukkan dirinya untuk mempelajari dan membuat teori baru dalam<br />

kajian kritik sanad hadis. Jerih payahnya dalam mengkaji sanad hadis membuahkan<br />

hasil dengan penemuannya atas teori hadis yang dikenal dengan teori “Projecting Back”.<br />

Teori Projecting Back adalah himpunan kesimpulan-kesimpulan yang didapatkan<br />

Schacht atas premis-premis yang dia buat mengenai kebermulaan hukum Islam. Premis<br />

tersebut adalah, hukum Islam belum eksis pada masa al-Sya’bi (w.110 H). premis ini<br />

menggiring kepada sebuah kesimpulan bahwa apabila ditemukan hadis-hadis yang<br />

berkaitan dengan hukum Islam, maka hadis tersebut adalah buatan orang-orang pasca<br />

al-Sya’bî.<br />

Dia berpendapat bahwa hukum Islam baru dikenal semenjak masa pengangkatan<br />

Qâdhi (hakim agama). Kira-kira pada akhir abad pertama Hijriah (±715-720 M)<br />

pengangkatan Qâdhi ditujukan kepada orang-orang “spesialis” yang berasal dari<br />

kalangan taat beragama. Karena jumlah mereka semakin bertambah banyak, maka<br />

akhirnya mereka berkembang menjadi kelompok ahli fikih klasik. 289<br />

Keputusan-keputusan hukum yang diberikan pada Qâdhi ini memerlukan<br />

legitimasi dari orang-orang yang memiliki otoritas lebih tinggi. Karenanya, mereka tidak<br />

menisbahkan keputusan-keputusan itu kepada dirinya sendiri, melainkan kepada tokohtokoh<br />

sebelumnya. Misalnya, orang-orang Irak menisbahkan pendapat-pendapat<br />

mereka kepada Ibrâhîm al-Nakha’î (W.95 H). 290<br />

Perkembangan selanjutnya, pendapat-pendapat para Qâdhi itu tidak hanya<br />

dinisbahkan kepada tokoh-tokoh sebelumnya yang jaraknya masih dekat, melainkan<br />

kepada tokoh yang lebih dahulu lagi, misalnya Masrûq. Langkah selanjutnya, untuk<br />

memperoleh legitimasi yang lebih kuat, maka pendapat-pendapat itu dinisbahkan<br />

kepada orang yang memiliki otoritas lebih tinggi, misalnya ‘Abdullah bin Mas’ûd. Dan<br />

pada tahap terakhir, pendapat-pendapat itu dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw.<br />

Inilah rekonstruksi terbentuknya sanad hadis dengan memproyeksikan pendapat-<br />

287<br />

Joseph Schacht, A Revaluation of Islamic Tradition, edisi elektronik, file didownload dari http://answering-<br />

Islam.org/Books/Schacht/revaluation.html , senin 14 Desember 2011<br />

288<br />

Al-Siba’î, al-Sunnah wa Makarimuha (Kairo: Dâr al-Hadîts, tt) hal.15<br />

289<br />

Ali Musthafa Yakub, Kritik Hadis (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2004) cet.4, h.23<br />

290 Ibid, h.23<br />

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 135

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!