KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Di sela-sela penjabarannya mengenai kasus ini, ia melakukan evaluasi terhadap<br />
pendapat tradisional. Ada beberapa catatan yang ditekankan Juynboll dalam hal ini.<br />
Pertama, dictum ini sudah mengakar dalam setiap benak Muslim, bahkan menyentuh<br />
dimensi keimanan, dimana orang yang mengkritik keadilan sahabat akan menerima<br />
respon negative dan dianggap telah menyalahi salah satu hal prinsip dalam iman. Untuk<br />
membuktikan hal ini, Juynboll mengutip sebuah fatwa dari seorang tokoh ternama Iraq,<br />
Amjad al-Zahawi, pada tanggal 30 Mei 1967. Fatwa tersebut secara tegas menyatakan<br />
bahwa orang yang melakukan kritik terhadap sahabat tidak berbeda dengan<br />
menghancurkan kebesaran Islam. 358<br />
Kedua, secara metodologis, dictum ini memberikan pengaruh yang sangat besar<br />
dalam kajian hadits tradisional, terutama dalam diskursus ahwal al-ruwah atau yang<br />
biasa dikenal ilm jarh wa ta’dil. Penerimaan secara total sebagaimana di atas juga<br />
terlihat dari metode para penulis buku rijal al-hadits yang menempatkan sahabat<br />
sebagai satu komunitas (tabaqah) tertinggi. Lebih dari itu, ketika mereka melakukan<br />
eksplorasi terhadap sahabat, mereka tidak melakukan kritik. Sebagaimana diisyaratkan<br />
di muka, ada pandangan yang tidak baik bagi orang yang melakukan kritik kepada<br />
sahabat. Pada sisi lain, hal ini juga berpengaruh terhadap klasifikasi hadits yang<br />
diterapkan oleh para muhaddis. Pada konteks tadlis (hadits mudallas), ketika indikasi<br />
tadlis dilakukan oleh sahabat, maka riwayat mereka tetap diterima lantaran keadilan<br />
mereka. Pada konteks perawi majhul, jika posisi ke-majhul-an rawi dalam rangkaian<br />
sanad berada pada tingkatan sahabat, maka tidak akan memberikan pengaruh pada<br />
otentisitas sanad, dan otentisitas hadits tentu saja. 359<br />
Ketiga, ada dua ayat yang seringkali dikemukakan untuk mendukung ‘pepatah’<br />
ini, yaitu “Kuntum khair ummatin …” dan “Wakazalika ja’alnakum ummatan wasatan.”<br />
Menurut Juynboll, ketika ia mengkalrifikasi makna ayat ini kepada kitab-kitab tafsir<br />
terdahulu, tidak satu pun tafsir yang menjelaskan makna ayat tersebut sebagaimana<br />
makna ‘adil dalam terminology Ilmu Hadits. Meskipun al-Thabari memaknai wasathan<br />
dengan ‘adil, akan tetapi muatan makna ‘adil di sana berbeda dengan makna ‘adil yang<br />
dituntut dalam Ilmu Hadits. 360 Ketiga catatan ini membawa kepada kesimpulan bahwa<br />
secara implisit, Juynboll menyatakan bahwa keadilan sahabat memiliki posisi yang<br />
signifikan dalam metode kritik hadits tradisional, dan lebih dari itu, ada anomali di balik<br />
penetapan keadilan seluruh sahabat ini, terutama ketika mempertimbangkan keadilan<br />
sahabat ini telah menembus aspek keimanan.<br />
Di atas telah disinggung bahwa pandangan Juynboll mengenai keadilan sahabat<br />
tidak bisa dilepaskan dari sosok Abu Hurayrah. Menurutnya, lahir dan berkembangnya<br />
dictum kullu shahabi ‘udul lahir berkaitan erat dengan usaha para penulis literatur rijal<br />
untuk membebaskan Abu Hurayrah dari beragam tuduhan. Lebih lanjut, masih menurut<br />
Juynboll, tidak satu literatur rijal klasik pun memberikan perhatian kepada sahabat<br />
selain Abu Hurayrah menyamai apa yang mereka lakukan terhadap Abu Hurayrah itu<br />
sendiri, bahkan tidak satu pun juga yang mendekati. Sahabat-sahabat lainnya, yang juga<br />
358 G.H.A Juynboll, Muslim Tradition…, hlm. 191.<br />
359 Sebagai contoh, al-Zahabi tidak melakukan kritik al-jarh wa ta’dil terhadap para sahabat. Di samping al-Zahabi, model serupa juga<br />
diterapkan pada banyak kitab rijal lainnya. Lihat Ad-Dzahabi, Siyar Al-A`lam Al-Nubala` Juz 1 (Beirut: Muasasah Ar-Risalah, 1981).<br />
360 G.H.A Juynboll, Muslim Tradition…, hlm. 195.<br />
Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 154