04.05.2013 Views

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

keikutsertaan para sejarawan, seperti Gustav Weil dengan karyanya tentang sejarah<br />

hidup Muhammad (1843), terhadap kajian al-Qur’an sehingga memunculkan karyakarya<br />

gabungan seperti Historische-kritische Einleitung in den Koran (Bielefeld, 1844;<br />

edisi keduanya pada 1878). Salah seorang penerus Weil, Alloys Sprenger, menulis uraian<br />

tentang perbedaan ayat-ayat Makkiyah dan Madaniah sepanjang 36 halaman di volume<br />

ke-3 karya biografinya Das Leben und die Lehre des Mohammad (Berlin 1861). Penerus<br />

Weil lainnya, William Muir mengikuti jejak Sprenger dengan menulis utuh sebuah karya<br />

tentang al-Qur’an The Coran, Its Composition and Teaching; and its Testimony it bears to<br />

the Holy Scriptures (London, 1878).<br />

Minat untuk mengkaji al-Qur’an meningkat dengan diadakannya sayembara<br />

penulisan monograf tentang “kritik sejarah terhadap teks al-Qur’an” yang diprakarsai<br />

oleh Akademi Inskripsi dan Sastra Paris pada tahun 1857. Sayembara ini dimenangkan<br />

oleh Theodor Noldeke. Monograf ini kemudian diperluas dalam versi bahasa Jerman<br />

yang diterbitkan di Gottingen 1860 dengan judul Geschichte des Qorans (Sejarah al-<br />

Qur’an), yang menjadi fondasi dasar bagi kajian al-Qur’an di masa-masa selanjutnya.<br />

Noldeke tidak mampu memikir ulang karyanya sendiri, sehingga penyempurnaan karya<br />

Noldeke ini diteruskan oleh muridnya Frederich Schwally yang menerbitkan volume I<br />

tentang “Asal-usul Al-Qur’an” di Leipzig 1909, dan volume keduanya “Pengumpulan al-<br />

Qur’an”, pada tahun 1919. Noldeke sendiri menulis beberapa essay, seperti bagian<br />

pengantar yang diberi judul “Zur Sprache des Korans” (pp. 1-30) dalam karyanya Neue<br />

Beitrage zur Semitischen Sprachwissenschaft (Strassburg, 1910). Ada pula kajian tentang<br />

komposisi ayat-ayat al-Qur’an yang disusun sedikit berbeda dengan skema Noldeke,<br />

New Researches into the Composition and Exegesis of the Qoran karya Hartwig Hirschfeld<br />

(London, 1902).<br />

Beberapa nama yang menonjol dalam kajian al-Qur’an sejak permulaan abad ke-<br />

20 adalah Joseph Horovitz dengan karyanya Koranische Untersuchungen (Berlin, 1926)<br />

yang berkenaan dengan bahagian naratif dan nama-nama dalam al-Qur’an; Arthur<br />

Jeffery dengan beberapa karyanya seperti Foreign Vocabulary of the Qur’an (Baroda,<br />

1939), Materials for the Study of the Text of the Qur’an; 2 dan Ignaz Goldziher dengan<br />

karyanya Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung (Leiden, 1920). Pada paruh<br />

kedua abad ke-20 muncul Richard Bell dengan beberapa karyanya seperti The Origin of<br />

Islam in Its Christian Environtment (London, 1926), The Qur’an: Translated, with a critical<br />

re-arrangement of the Surahs (Edinburgh 1937, 1939), Introduction of the Qur’an<br />

2 Dalam ceramah A. Jeffrey pada 31 Oktober 1946 di pertemuan Midle East Society of Jerusalem dengan mempresentasikan makalah “The<br />

Textual History of the Qur’an” (kemudian dipublish dalam The Qur’an as Scripture, New York: R.F. Moore and Co, 1952), ia menegaskan<br />

persoalan terkait dengan sejarah teks kitab suci. Menurutnya, problem utama mushaf al-Qur’an adalah kenyataan bahwa manuskrip awal<br />

ditulis dalam gaya tulisan kufi tanpa harakat yang berbeda dengan gaya tulisan masa kini. Begitu juga, teks yang kita terima adalah textus<br />

receptus yang berlaku untuk semua mushaf standar. Perlu diingat pula bahwa teks tersebut bukan facsimile dari al-Qur’an paling awal,<br />

tetapi sebuah teks yang dihasilkan dari sekian banyak proses perubahan yang diteruskan dalam transmisi dari generasi ke generasi dalam<br />

masyarakat. Menurut Jeffrey, apa yang dituturkan sarjana muslim bahwa teks al-Qur’an diwahyukan dari lauh mahfuzh, kepada Nabi<br />

melalui Jibril, lalu dituliskan dan dikumpulkan kembali pada masa Abu Bakar, dan akhirnya dikodifikasikan pada masa Usman dianggap<br />

bukan sejarah teks. Pada saat Rasulullah meninggal, menurut Jeffrey, tidak ada koleksi suhuf. Yang terjadi adalah pengumpulan pada masa<br />

belakangan. Lagi pula, tidak ada kebutuhan terhadap teks ketika Muhammad hidup sebab wahyu masih turun ketika itu, sehingga tidak ada<br />

bentuk teks al-Qur’an yang definitif ketika Muhammad meninggal. Mengingat sejarah penulisan al-Qur’an yang panjang mulai dari<br />

kodifikasi mushaf, sampai penambahan tanda baca, dan beragam varian bacaan yang diperbolehkan di dalam pembacaan al-Qur’an,<br />

kesimpulan Jeffrey adalah “sangat diragukan jika generasi kita sekarang melihat penyelesaian edisi kritik yang benar-benar dari naskah al-<br />

Qur’an.<br />

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 17

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!