KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
KAJIAN ORIENTALIS QURAN HADIS - Blog MENGAJAR
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
sungkan menegaskan ketidak-setujuannya terhadap doktrin khalifah dan pan-Islamisme<br />
yang mengancam kekuasaan kolonial Eropa di Asia dan Afrika. Secara tendensius,<br />
doktrin yang mengancam kolonialisme Eropa ini kemudian disebutnya sebagai<br />
“kemunduran”. Sebaliknya, Snouck memandang kolonialisme sebagai berkah bagi dunia<br />
muslim, karena dengan kolonialisme, menurut Snouck, mereka justru berkenalan<br />
dengan gagasan-gagasan modern tentang pencerahan, sekulerisme, kebebasan pribadi<br />
dan demokrasi. Sebagai agama, Snouck menginginkan Islam cukup menjadi seperti<br />
agama Kristen yang hanya memuat ajaran-ajaran tentang peribadatan semata. 29 Selain<br />
adanya tujuan politis yang dinyatakan dengan terus terang, ada pula kenyataan yang<br />
menandai pemakaian hasil kajian akademik untuk kepentingan politik praktis, seperti<br />
karya-karya penelitian tentang hadis yang dipakai sebagai bahan pembekalan para<br />
diplomat Kerajaan Belanda yang akan bertugas di negara-negara Muslim, dengan<br />
maksudu agar mereka bisa lebih memahami kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di negeri<br />
yang akan ditempatinya.<br />
Selain kecenderungan non-akademik yang menyertai motivasi orientalis lama,<br />
dalam kerangka kajian antar agama yang lebih berimbang, orientalisme juga sebenarnya<br />
melahirkan beberapa motivasi yang bersifat otokritik terhadap agama yang dianutnya<br />
sendiri. Dalam karya orientalis seperti T. Andrae yang menulis Mohammed The Man and<br />
His Faith, ia menegaskan sebuah motivasi kajian yang bersumber dari ketidak-tahuan<br />
Barat terhadap karakter keta’atan Muhammad (hal. 12). Menurutnya, sebabnya memang<br />
bukan semata ketidaktahuan (Barat) saja, tetapi juga sikap dogma lama (Kristen)<br />
terhadap figur Muhammad yang disebutnya sebagai “nabi palsu”, atau kebencian politik<br />
terhadap kaum muslim yang dijuluki sebagai “the dog of a Turk”, di samping juga<br />
lantaran seorang Kristen melihat banyak hal dalam Islam yang mengingatkannya pada<br />
agamanya sendiri, akan tetapi ia melihatnya melalui bentuk yang sangat terdistorsi. Oleh<br />
karena itu, menurut Andrae, sebagai sebuah kajian ilmiah, pandangan terhadap Islam<br />
selayaknya dilakukan dengan memahami keunikannya, semangat yang<br />
menumbuhkannya sebagai agama baru pada momen dan tempat kelahirannya yang<br />
memang sudah memiliki nilai semenjak awal kemunculannya.<br />
Dalam banyak karya yang menandai perkembangan orientalisme yang lebih<br />
belakangan, motivasi keagamaan dan politik mulai menurun, sementara dorongan untuk<br />
membahas tema-tema yang terabaikan dalam perkembangan kajian Islam di Barat<br />
justru meningkat. Ketidakpedulian Barat tentang aspek tertentu dalam kajian Islam<br />
menjadi motivasi yang juga muncul dalam penelitian J. Schacht tentang hadis. Ia<br />
mengakui bahwa meski sebagian sarjana Barat mengakui kejeniusan Goldziher, namun<br />
temuan-temuan Goldziher masih kerap diabaikan, sementara kajian terhadap<br />
perkembangan hukum Islam masa awal, menurutnya, dilakukan seolah-olah pandangan<br />
lama yang telah dikritik oleh Goldziher masih saja dianggap valid. Di sini, arti penting<br />
penelitian Schacht terhadap hadis sebenarnya membuka mata Barat terhadap dinamika<br />
ilmu pengetahun yang beranjak dari sikap kritis dan skeptisisme yang melahirkan teoriteori<br />
baru. Pada masa selanjutnya, kritik Goldziher dan Schacht dalam pengkajian hadis<br />
29 Andreas de Vries, “Christiaan Snouck Hurgronje: History of Orientalist Manipulation of Islam-Analysis”, September 14, 2011, in NEW<br />
CIVILIZATION).<br />
Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 29