03.03.2015 Views

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

dari isinya, “Sapu Tangan Fang Yin” adalah karya sastra<br />

tentang politik; sastra politik.<br />

Denny JA, si penulis puisi esai, berusaha mendekatkan<br />

karyanya dengan peristiwa yang benar-benar muncul pada<br />

Mei 1998 itu. Ia berulang kali mendeskripsikan kekacauan<br />

yang terjadi saat itu dengan berbagai kata yang mendefinisikan<br />

kekacauan, seperti pemerkosaan, kerusuhan, asap, api,<br />

dan sebagainya. Dalam hal ini, puisi esai itu memang merefleksikan<br />

kenyataan karena ungkapan tentang pemerkosaan<br />

dan permusuhan terhadap etnis Tionghoa bersesuaian hasil<br />

investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). <strong>Puisi</strong> esai itu<br />

berhasil membawa nuansa kerusuhan saat itu ke atas kertas.<br />

Kelugasan cara bertutur, yang kadang dibumbui metafora<br />

secukupnya, membuat pembaca bisa dengan mudah membayangkan<br />

suasana mencekam yang menghantui Fang Yin.<br />

Hal lain yang menjadi titik berat puisi esai itu adalah<br />

pertanyaan mengenai cinta. Sang pengarang berusaha<br />

menempatkan rasa cinta terhadap kekasih sebagai gambaran<br />

tentang rasa cinta kepada negara. Sekaligus, bagian<br />

tentang cinta kekasih itu menjadi pemanis dalam cerita. Rasa<br />

cinta tanah air terlontar dan tersurat dalam beberapa bait<br />

melalui ungkapan, “Apa arti <strong>Indonesia</strong> bagiku?” Melalui<br />

pertanyaan itu, puisi itu ingin menegaskan sekaligus mempertanyakan<br />

nasionalisme warga Tionghoa.<br />

Selanjutnya, si penulis puisi-esai secara “cantik” mampu<br />

membuat pagar pembatas antara narasi pribadi dan penokohan.<br />

Ia bisa menggambarkan nuansa rasisme dalam peristiwa<br />

itu dengan “membuat” sejumlah tokoh mengucapkan<br />

kata “cina”. Pada saat yang sama, beberapa narasi yang ada<br />

menunjukkan penghormatan si pengarang terhadap etnis<br />

PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA<br />

115

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!