03.03.2015 Views

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

di tengah arus zaman, yang bahan-bahannya justru ia<br />

kumpulkan sejak masih aktif sebagai peneliti. D. Zawawi<br />

Imron, penyair dan kiai kenamaan dari Madura,<br />

memberikan ulasan yang luas dan bernas tentang manusiamanusia<br />

gerobak yang menjadi penghuni mayoritas negeri<br />

ini. Zawawi mengapreasi puisi esai Elza dengan cukup<br />

mendalam.<br />

Bab lima saya namai “<strong>Puisi</strong> <strong>Esai</strong> dalam Polemik”. Untuk<br />

bab terakhir sengaja saya buka dengan tulisan Maman S.<br />

Mahayana yang berjudul “Posisi <strong>Puisi</strong>, Posisi <strong>Esai</strong>”. Maman<br />

memandang posisi puisi tempatnya berlainan dengan esai,<br />

begitu juga posisi esai ruangnya berbeda dengan puisi.<br />

Maman bahkan menganggap puisi esai bukan sesuatu yang<br />

baru dalam khazanah perpuisian kita. Tulisan guru besar<br />

sekaligus kritikus sastra yang belakangan menjadi dosen di<br />

Hankuk University, Seoul, ini rupanya menarik minat Leon<br />

Agusta, Agus R. Sarjono, dan Jamal D. Rahman untuk<br />

menanggapinya secara kritis. Leon adalah penyair senior<br />

seangkatan Sapardi dan Sutardji. Empat tulisan dari kritikus<br />

serta praktisi sastra tersebut, saya harap akan menjadi<br />

semacam pemicu atau pembuka katup bagi lahirnya tulisantulisan<br />

baru mengenai puisi esai khususnya, atau puisi<br />

umumnya. Dengan begitu akan terjadi perbincangan yang<br />

sehat dan hangat dalam perpuisian kita.<br />

Di salon, terpaksa saya harus mengaduh lagi. Ujung<br />

jemari terapis kembali menotok saraf yang kali ini berkaitan<br />

dengan mata. Bagi yang punya masalah penglihatan seperti<br />

saya, sakitnya akan terasa luar biasa. Sang terapis yang<br />

wajahnya tirus dan rambutnya lurus itu kembali meminta<br />

maaf. Saya manggut-manggut sambil tersenyum. Begitu<br />

PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA<br />

xix

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!