03.03.2015 Views

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

Puisi-Esai-Kemungkinan-Baru-Puisi-Indonesia-ebook

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Penulis jadi bertanya-tanya: apakah kehadiran puisi esai<br />

harus dilegitimasi? Apakah puisi esai mengganggu dunia<br />

kelangenan para penyair yang secara kultural harus memelihara<br />

tatanan, hierarki, ketertiban, dan kepatuhan?<br />

Sekarang pertanyaan yang perlu ditambahkan adalah:<br />

legitimasi dari siapa? Siapa sesungguhnya yang berhak<br />

memberikan “stempel legitimasi” terhadap konsep puisi esai<br />

atau konsep puisi penyair mana pun? Dari mana seseorang<br />

mendapatkan hak sedemikian? Apakah Denny JA memerlukan<br />

legitimasi seperti yang dipahamkan MSM? Sejauh<br />

pengenalan saya tentang cara berpikir dan sepak terjang<br />

Denny JA dalam dunia perpuisian yang dibangunnya, cara<br />

berpikir, pertanyaan, dan kesimpulan MSM sepertinya sudah<br />

jauh ketinggalan zaman.<br />

Pertanyaan dan kesimpulan MSM itu membuat penulis<br />

terkenang pada satu komentar penyair yang menetap di<br />

Padang, Rusli Marzuki Saria (75), dalam satu perbincangan<br />

santai di sela-sela Pertemuan Sastrawan <strong>Indonesia</strong> 2012 di<br />

Makassar, akhir November lalu. Ia mensinyalir adanya<br />

“budaya feodalisme yang menguasai dunia sastra kita”.[]<br />

PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA<br />

335

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!