22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Saat ia mengucapkan pernyataan kebenaran, Jātaveda<br />

mundur dari jarak sejauh enam belas karīsa. Ketika kobaran api<br />

itu berbalik, mereka tidak melewati hutan untuk melahap semua<br />

yang ada di jalan yang mereka lalui, kobaran api itu padam di<br />

sana pada saat itu juga, seperti obor yang dicelupkan ke dalam<br />

air. Karena itu, dikatakan seperti ini : —<br />

[215] Saya mengucapkan pernyataan kebenaran, dan<br />

bersamaan dengan itu kobaran api padam dalam jarak<br />

sejauh enam belas karīsa,<br />

tanpa meninggalkan luka, — seperti api yang tersiram<br />

oleh air dan padam.<br />

Karena tempat itu tidak akan tersentuh oleh api selama<br />

satu kalpa, maka keajaiban itu disebut ‘keajaiban kalpa’. Setelah<br />

meninggal, Bodhisatta yang telah mengucapkan pernyataan<br />

kebenaran, terlahir di alam yang sesuai dengan hasil<br />

perbuatannya.<br />

____________________<br />

“Demikianlah, para Bhikkhu,” kata Sang Guru, “bukanlah<br />

karena kekuatan-Ku di kehidupan ini, namun karena keajaiban<br />

dari kekuatan kebenaran yang ditunjukkan oleh-Ku ketika masih<br />

merupakan seekor burung puyuh muda, yang membuat kobaran<br />

api meninggalkan tempat ini.” Setelah uraian tersebut berakhir,<br />

Beliau membabarkan Dhamma dan di akhir khotbah, beberapa<br />

orang bhikkhu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna, beberapa<br />

yang lain mencapai tingkat kesucian Sakadāgāmī, dan ada juga<br />

bhikkhu yang mencapai tingkat kesucian Anagāmi maupun<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

mencapai tingkat kesucian Arahat. Sang Guru juga<br />

mempertautkan dan menjelaskan kelahiran tersebut dengan<br />

berkata, “Kedua orang tua saya saat ini adalah orang tua di<br />

kehidupan yang lampau, dan Saya sendiri adalah raja burung<br />

puyuh.”<br />

[Catatan : Kisah dan syair terdapat di Cariyā-Pitaka, hal 98.<br />

Lihat referensi kisah ini pada Jātaka No.20.<br />

Istilah kuno Jātaveda diberikan untuk api, bandingkan dengan<br />

Jātaka No.75, sama seperti penggunaan istilah kuno Pajjunna.]<br />

No.36.<br />

SAKUṆA-JĀTAKA<br />

“Engkau yang tinggal di udara,” dan seterusnya. Kisah ini<br />

diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai<br />

seorang bhikkhu yang tempat tinggalnya habis terbakar.<br />

Menurut kisah yang disampaikan secara turun menurun,<br />

bhikkhu itu telah menerima objek meditasi dari Sang Guru, ia<br />

meninggalkan Jetawana menuju Kosala, di sana ia menetap di<br />

sebuah hutan di pinggir desa. Pada bulan-bulan pertama saat<br />

menetap di sana, tempat tinggalnya terbakar. Kejadian itu<br />

disampaikannya kepada para penduduk desa, ia mengatakan,<br />

“Tempat tinggal saya terbakar, saya hidup dalam keadaan yang<br />

tidak nyaman.” Para penduduk menjawab, “Tanah kami sedang<br />

205<br />

206

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!