22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Raja yang merasa tidak senang terhadap murid petapa<br />

karena tidak bangkit walaupun menyadari kehadirannya, berkata<br />

pada Bodhisatta, “Bhante, petapa ini tentunya telah mengisi<br />

penuh perutnya, ia duduk di sana dengan bahagia, berseru<br />

dengan penuh keriangan hati.”<br />

“Paduka,” Bodhisatta menanggapi kata-kata itu,<br />

“sebelumnya ia adalah seorang raja sepertimu. Ia sedang<br />

merenungkan bahwa kebahagiaan yang diperolehnya di hari-hari<br />

saat ia masih seorang perumah tangga, hidup di bawah<br />

singgasana megah nan agung dengan sejumlah pengawal di<br />

kedua sisinya, tidak pernah sebanding dengan kebahagiaan<br />

yang ia miliki sekarang ini. Inilah kebahagiaan hidup seorang<br />

petapa; kebahagiaan dari pencapaian jhana. Hal inilah yang<br />

menyebabkannya menuturkan ungkapan yang sepenuh hati itu.”<br />

Lebih lanjut, untuk mengajarkan Dhamma kepada raja,<br />

Bodhisatta mengulangi syair berikut ini: —<br />

Ia yang tidak mengawal, juga tidak dikawal, Paduka,<br />

hidup dalam kebahagiaan, terbebas dari keterikatan<br />

nafsu keinginan.<br />

[142] Ditentramkan oleh uraian yang diajarkan padanya,<br />

raja memberikan penghormatan kepada petapa tersebut dan<br />

kembali ke istananya. Murid tertuanya juga mohon pamit kepada<br />

gurunya dan kembali ke Pegunungan Himalaya. Bodhisatta tetap<br />

bersemayam di sana, sampai Beliau meninggal dalam keadaan<br />

jhana tanpa terputus, dan terlahir kembali di alam brahma.<br />

____________________<br />

77<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Setelah uraian dan kedua kisah itu berakhir, Beliau<br />

kemudian mempertautkan kedua kisah tersebut dan<br />

memperkenalkan kelahiran itu dengan mengatakan, “Thera<br />

Bhaddiya adalah siswa tertua tersebut dan Saya sendiri adalah<br />

guru dari rombongan petapa itu.”<br />

[Catatan : Untuk cerita pembuka, bandingkan dengan<br />

Cullavagga,VII.1.5—]<br />

No.11.<br />

LAKKHAṆA-JĀTAKA<br />

“Yang baik dan jujur,” dan seterusnya. Kisah ini<br />

diceritakan oleh Sang Guru di Weluwana (Veḷuvana) dekat<br />

Rājagaha, mengenai Devadatta. Kisah mengenai Devadatta 36<br />

akan saling berhubungan, sampai dengan masa Abhimāra,<br />

dalam Khaṇḍahāla-Jātaka 37 ; hingga ia dipecat dari jabatan<br />

bendahara dalam Cullahaṃsa-Jātaka 38 ; sampai akhirnya ia<br />

ditelan oleh bumi, di Buku Keenam belas, Samudda-vāṇija-<br />

36<br />

Lihat Cullavagga,VII.1. ‘Lima hal’ mengenai Devadatta di berikan (VIII.3.14) sebagai<br />

berikut:— “ Para bhikkhu hidup di hutan sepanjang usia mereka; hanya hidup melalui dana<br />

yang terkumpul dari pintu ke pintu; hanya memakai kain kasar yang dipilih dari tumpukan kain<br />

jelek; tinggal di bawah pohon bukan di bawah atap dan tidak mengkonsumsi ikan maupun<br />

daging.” Kelima hal yang berlaku untuk para petapanya, lebih keras dari pada peraturan<br />

Sang Buddha. Dirumuskan oleh Devadatta untuk mengalahkan sepupu yang juga merupakan<br />

gurunya.<br />

37<br />

Bandingkan dengan No. 534.<br />

38<br />

No.533.<br />

78

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!