22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

menyelamatkan tempat tinggal dewa pohon tersebut. Ketika<br />

semua teman [443] dan kenalannya mengunjunginya, dengan<br />

gembira ia memuji Bodhisatta, sebagai penyelamat rumahnya,<br />

berkata, “Para Dewa Pohon, dengan kekuatan yang ada pada<br />

kita, kita tidak mengetahui apa yang harus dilakukan; sementara<br />

dewa rumput kusa yang bersahaja dengan bijaksana<br />

menyelamatkan rumah saya untuk saya. Benar, kita harus<br />

memilih teman tanpa mempertimbangkan apakah lebih tinggi,<br />

sederajat, atau lebih rendah, tanpa membeda-bedakan<br />

kedudukan, karena masing-masing makhluk itu memiliki<br />

kekuatan untuk dapat menolong seorang teman pada saat<br />

dibutuhkan.” Dan ia mengulangi syair ini mengenai persahabatan<br />

dan kewajibannya : —<br />

Biar besar dan kecil dan seimbang, semua,<br />

melakukan yang terbaik saat bahaya timbul,<br />

dan menolong seorang teman yang<br />

mendapat kemalangan,<br />

seperti saya yang ditolong oleh Dewa Kusa.<br />

Demikianlah yang diajarkannya kepada para dewa<br />

pohon lain yang berkumpul, dengan menambahkan, “Karenanya,<br />

terlepas dari keadaan mendapat kemalangan tidak hanya<br />

mempertimbangkan apakah dalam keadaannya sebanding atau<br />

lebih hebat, namun berteman dengan ia yang bijaksana<br />

bagaimanapun kondisi hidup mereka.” Ia dan Dewa Kusa itu<br />

hidup berdampingan hingga akhirnya meninggal dunia untuk<br />

terlahir kembali di alam yang sesuai dengan hasil perbuatannya.<br />

621<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

____________________<br />

Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan<br />

kelahiran tersebut dengan berkata, “Ānanda adalah dewa pohon<br />

itu dan Saya adalah dewa rumput kusa itu.”<br />

No.122.<br />

[444] DUMMEDHA-JĀTAKA<br />

“Kedudukan yang tinggi,” dan seterusnya. Kisah ini<br />

diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana,<br />

mengenai Devadatta. Saat para bhikkhu berkumpul bersama di<br />

Balai Kebenaran, dan membicarakan bagaimana sekilas<br />

pandang pada kesempurnaan Sang Buddha dan semua tandatanda<br />

Kebuddhaan 201 yang khusus itu membuat Devadatta<br />

dipenuhi oleh kemarahan; dan kecemburuannya membuat ia<br />

tidak tahan mendengar pujian terhadap kata-kata Sang Buddha<br />

yang bijaksana. Masuk ke dalam balai tersebut, Sang Guru<br />

menanyakan apa yang menjadi topik pembicaraan mereka.<br />

Ketika mereka menyampaikan hal tersebut kepada-Nya, Beliau<br />

berkata, “Para Bhikkhu, sama seperti sekarang ini, di kehidupan<br />

yang lampau Devadatta juga marah mendengar pujian-pujian<br />

yang diberikan kepada Saya.” Setelah mengucapkan kata-kata<br />

tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.<br />

____________________<br />

201<br />

Lihat Sela Sutta (No.33 dari Sutta Nipāta dan No.92 dari Majjhima Nikāya).<br />

622

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!