Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
salahkan hal ini; begitu mereka mulai terlibat perselisihan antara<br />
mereka sendiri, saya akan menangkap kumpulan burung puyuh<br />
itu dan membuatmu tersenyum lagi.” Setelah mengucapkan katakata<br />
tersebut, ia mengulangi syair berikut ini untuk istrinya : —<br />
Saat kerukunan yang berkuasa, burung-burung dapat<br />
menahan jaring yang saya lemparkan.<br />
Saat perselisihan muncul, mereka semua akan menjadi<br />
mangsaku.<br />
Tidak lama setelah itu, ketika salah seekor burung puyuh<br />
hinggap di tanah untuk mencari makan, secara tidak sengaja ia<br />
menginjak kepala burung puyuh yang lain. “Siapa yang<br />
menginjak kepalaku?” teriak burung itu dengan marah. “Saya,<br />
namun saya tidak sengaja. Tolong jangan marah kepadaku,”<br />
jawab burung puyuh yang satu. Namun jawaban itu tidak meredakan<br />
amarah burung puyuh yang kepalanya terinjak itu. Setelah<br />
beberapa kali saling menyahut satu sama lain, mereka mulai<br />
saling mencela, dengan berkata, “Saya kira jaring itu diangkat<br />
oleh engkau sendiri saja!” Saat mereka saling mencela satu<br />
sama lain, Bodhisatta berpikir, “Tidak ada keselamatan bagi<br />
mereka yang suka bertengkar. Telah tiba saat bagi mereka untuk<br />
tidak mampu mengangkat jaring itu secara bersama lagi. Dengan<br />
demikian, saat kehancuran mereka telah datang. Penangkap<br />
burung itu akan mendapatkan kesempatannya. Saya tidak dapat<br />
tinggal lebih lama lagi di sini.” Oleh sebab itu, ia dan para<br />
pengikutnya pergi ke tempat yang lain.<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Dengan penuh keyakinan penangkap burung itu [210]<br />
kembali lagi beberapa hari kemudian, mula-mula ia mengumpulkan<br />
mereka dengan cara meniru suara burung, kemudian<br />
melemparkan jaring ke arah mereka. Salah seekor burung puyuh<br />
itu berkata, “Saya dengar, saat mengangkat jaring, bulu di kepala<br />
kamu semakin sedikit. Sekarang tiba waktumu untuk<br />
mengangkat jaring ini.” Yang satu lagi membalas, “Kata burung<br />
yang lain, saat mengangkat jaring itu, kedua sayapmu berganti<br />
bulu. Sekarang kesempatanmu telah datang, angkatlah jaring<br />
ini!”<br />
Sementara mereka saling mempersilakan lawan untuk<br />
mengangkat jaring, penangkap burung itu sendiri yang<br />
mengangkat jaring itu dan menjejalkan mereka ke dalam satu<br />
keranjang dan membawa mereka pulang, agar istrinya bisa<br />
tersenyum lagi.<br />
____________________<br />
“Demikianlah, Paduka,” kata Sang Guru, “hal-hal seperti<br />
perselisihan antar keluarga adalah tidak layak adanya;<br />
perselisihan hanya bisa membawa kehancuran.” Setelah uraian<br />
tersebut terakhir, Beliau mempertautkan dan menjelaskan<br />
kelahiran tersebut dengan berkata, “Devadatta adalah burung<br />
puyuh yang bodoh di masa itu, dan Saya sendiri adalah burung<br />
puyuh yang bijaksana dan baik tersebut.”<br />
[Catatan : Lihat mutasi cerita dari kisah di Pañca-Tantra I.304,<br />
karya Benfey dan Fausböll di R.A.S.Journal, 1870. Lihat juga Avadānas<br />
<strong>Vol</strong>.I, hal 155 karya Julien.]<br />
195<br />
196