Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
meninggal dan terlahir kembali di alam yang sesuai dengan hasil<br />
perbuatannya.<br />
Sang Guru berkata, “Di kehidupan yang lampau, orang<br />
ini juga mempunyai kecenderungan yang sama.” Setelah uraian<br />
itu berakhir, Beliau mempertautkan dan menjelaskan tentang<br />
kelahiran tersebut dengan berkata, “Teman satu bilik Sāriputta<br />
adalah Nanda di masa itu, dan Saya sendiri adalah tuan tanah<br />
yang bijaksana dan baik tersebut.”<br />
No.40.<br />
KHADIRAṄGĀRA-JĀTAKA<br />
“Lebih baik saya langsung terjun,” dan seterusnya. Kisah<br />
ini disampaikan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana,<br />
mengenai Anāthapiṇḍika.<br />
Anāthapiṇḍika yang menghabiskan lima ratus empat<br />
puluh juta, dalam keyakinannya kepada Sang Buddha, dengan<br />
membangun wihara yang dananya bersumber dari dia seorang<br />
diri, yang tidak menghargai hal lain selain Ti Ratana, setiap hari<br />
mengunjungi Sang Guru ketika Beliau sedang berada di<br />
Jetawana untuk memberikan pelayanan utama (besar), — satu<br />
kali di waktu fajar, satu kali setelah sarapan dan satu kali di sore<br />
hari; ada juga pelayanan kecil. Dan ia tidak pernah datang<br />
dengan tangan kosong, takut kalau-kalau para samanera dan<br />
anak-anak menantikan apa yang dibawanya. Ketika datang di<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
waktu fajar [227], ia membawa bubur beras. Setelah sarapan ia<br />
membawa gi, mentega segar (nawanita), madu, sari tebu dan<br />
sejenisnya. Di sore hari ia membawa wewangian, untaian bunga<br />
dan pakaian. Begitu banyak yang ia habiskan hari demi hari,<br />
jumlah pengeluarannya tidak terhitung banyaknya. Selain itu,<br />
banyak pedagang yang meminjam uang darinya dengan<br />
membuat surat hutang, hingga jumlahnya sebesar seratus<br />
delapan puluh juta dan saudagar besar itu tidak pernah meminta<br />
kembali uang tersebut. Di luar itu, terdapat harta keluarganya<br />
sebesar seratus delapan puluh juta yang dikubur di tepi sungai,<br />
yang hanyut ke laut ketika dihantam oleh badai; kendi yang tidak<br />
beraturan (bentuknya) itu kemudian terguling ke bawah, dengan<br />
semua pengikat dan tutupnya dalam keadaan tidak terbuka, tepat<br />
ke dasar laut. Di rumahnya juga, selalu tersedia nasi untuk lima<br />
ratus orang bhikkhu, — sehingga rumah saudagar tersebut bagi<br />
para bhikkhu seperti sebuah kolam yang digali di perempatan<br />
jalan, yah, ia sudah seperti ibu dan ayah bagi para bhikkhu.<br />
Karena itu, bahkan Yang Tercerahkan Sempurna juga biasa<br />
mengunjungi rumahnya, demikian juga dengan delapan puluh<br />
maha thera, serta jumlah bhikkhu yang masuk keluar rumahnya<br />
sudah tak terhitung jumlahnya.<br />
Rumah Anāthapiṇḍika terdiri dari tujuh tingkat dan<br />
memiliki tujuh pintu gerbang; di atas pintu gerbang keempat,<br />
tinggal seorang makhluk dewata yang berpandangan salah.<br />
Ketika Yang Tercerahkan Sempurna mengunjungi rumah<br />
tersebut, ia tidak bisa tinggal di kediamannya di tempat yang<br />
tinggi, namun harus turun ke lantai dasar bersama anakanaknya;<br />
demikian juga saat kedelapan puluh maha thera<br />
227<br />
228